Wednesday, September 30, 2009

Misteri Al-Jasassah di Hadits Dajjal

Bismillahirrahmanirrahiim

Siapakah al Jassasah?

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Fathimah binti Qais berkata,”Aku mendengar suara seruan dari muadzin Rasulullah saw untuk melaksanakan shalat maka aku pun berangkat ke masjid dan shalat bersama Rasulullah saw. Aku shalat di shaff para wanita dibelakang kaum laki-laki. Ketika shalat sudah selesai, Rasulullah saw duduk diatas mimbar sambil tersenyum beliau bersabda,”Demi Allah sesungguhnya aku mengumpulkan kalian bukanlah untuk suatu kabar gembira atau kabar buruk akan tetapi aku mengumpulkan kalian karena Tamim ad Dari yang dahulunya seorang laki-laki pemeluk agama Nasranai kini telah memeluk islam dan membaiatku.

Ia telah berkata kepadaku dengan suatu perkataan yang pernah aku katakan kepada kalian tentang al Masihaddajjal. Ia mengisahkan perjalanannya kepadaku bahwa ia berlayar dengan sebuah kapal laut bersama 30 orang laki-laki dari kabilah Lakham dan Judzam. Kemudian mereka terombang-ambing oleh ombak (badai) selama satu bulan. Hingga mereka terdampar di sebuah pulau ditengah laut didaerah tempat terbenamnya matahari, Lalu mereka duduk (istirahat) di suatu tempat yang terletak sangat dekat dengan kapal.

Setelah itu mereka masuk kedalam pulau tersebut lalu mereka bertemu dengan seekor binatang yang berbulu lebat sehingga mereka tidak dapat memperkirakan mana ekornya dan mana kepalanya karena tertutup oleh bulunya yang terlalu banyak.

Mereka berkata,”Celaka, dari jenis apakah kamu ini.” Ia menjawab,”Saya adalah al jassasah. Mereka bertanya,”Apakah al jassasah itu? (tanpa menjawab) ia berkata,”Wahai orang-orang pergilah kalian kepada seorang laki-laki yang berada di biara itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan berita-berita dari kalian!”

Tamim ad Dari berkata,”Katika ia telah menjelaskan kepada kami tentang laki-laki itu, kami pun terkejut karena kami mengira bahwa ia adalah setan. Lalu kami segera berangkat sehingga kami memasuki biara tersebut, di sana terdapat seorang manusia yang paling besar (yang pernah kami lihat) dalam keadaan terikat sangat kuat. Kedua tangannya terikat ke pundaknya serta antara dua lutut dan kedua mata kakinya terbelenggu dengan besi.

Kami berkata,”Celaka, siapakah kamu ini?’ ia menjawab,”Takdir telah menentukan bahwa kalian akan menyampaikan kabar-kabar kepadaku, maka kabarkanlah kepadaku siapakah kalian ini?’ Mereka menjawab,”Kami adalah orang-orang Arab yang berlayar dengan sebuah kapal, tiba-tiba kami menghadapi sebuah laut yang berguncang lalu kami terombang-ambing di tengah laut selama satu bulan dan teradamparlah kami di pulau ini. Lalu kami duduk di tempat yang terdekat dengan kapal kemudian kami masuk pulau ini maka kami bertemu dengan seekor binatang yang sangat banyak bulunya yang tidak dapat diperkirakan mana ekor dan mana kepalanya karena banyak bulunya. Maka kami berkata,’Celaka, apakah kamu ini?’ ia menjawab,”Aku adalah al jassasah.’ (Tanpa menjawab) ia berkata,”Pergilah kalian kepada seorang laki-laki yang berada di biara itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan berita-berita yang kalian bawa! Lalu kami segera menuju tempat kamu ini dan kami terkejut bercampur takut karena mengira bahwa kamu ini adalah setan.”

Ia (laki-laki besar yang terikat itu) berkata,”Beritakanlah kepada saya tentang pohon-pohon korma yang ada didaerah Baisan?” Kami berkata,”Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?” Ia berkata,”Saya menanyakan pakah pohon-pohon korma itu berbuah?’ Kami menjawab,’Ya.’ Ia berkata,’Adapun pohon-pohon korma itu maka ia (sebentar lagi) hampir saja tidak akan berbuah lagi.’

Kemudian ia berkata lagi,”Beritakanlah kepadaku tentang danau Tiberia.’ Mereka berkata,”Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya? Ia bertanya,”Apakah ia tetap berair?’ kami menjawab,’Ya.’ Ia berkata,’adapun airnya, maka ia (sebentar lagi) hampir saja akan habis.’

Kemudian ia berkata lagi,’Beritakanlah kepada saya tentang mata air Zugar.’ Mereka menjawab,’Apa yang ingin kamu ketahui tentangnya?’ Ia bertanya,”Apakah di sana masih ada air dan penduduk di sana masih bertani dengan menggunakan air dari mata air Zugar itu?’ Kami menjawab,’benar, ia berair banyak dan penduduknya bertani dari mata air itu.’

Lalu ia berkata lagi,’Beritakanlah kepadaku tentang nabi yang ummi, apa sajakah yang sudah ia perbuat?’ Mereka menjawab,’Dia telah keluar dari Mekah menuju Madinah.’ Lalu ia bertanya,’Apakah ia diperangi oleh orang-orang Arab?’ kami menjawab,’Ya.’ Ia bertanya,’Apakah yang ia lakukan terhadap mereka?’ Maka kami memberitahukan kepadanya bahwa ia (Nabi) itu telah menundukkan orang-orang Arab yang bersama dengannya dan mereka menaatinya.’ Lalu ia berkata,’Apakah itu semua telah terjadi?’ kami menjawab,’Ya.’ Ia berkata,’Sesungguhnya adalah lebih baik bagi mereka untuk menaatinya dan sungguh aku akan mengatakan kepada kalian tentang diriku. Aku adalah al masihuddajal dan sesungguhnya aku hampir saja diizinkan untuk keluar. Maka aku akan keluar dan berjalan di muka bumi dan tidak ada satu pun kampung (negeri) kecuali aku memasukinya dalam waktu 40 malam selain Mekah dan Thaibah, kedua negeri itu terlarang bagiku. Setiap kali aku ingin memasuki salah satu dari negeri itu maka aku dihadang oleh malaikat yang ditangannya ada pedang berkilau dan sangat tajam untuk menghambatku dari kedua negeri tersebut. Dan disetiap celahnya terdapat malaikat yang menjaganya.

Ia (Fathimah, si perawi hadits) berkata,”Rasulullah saw bersabda sambil menghentakkan tongkatnya diatas mimbar,”Inilah Thaibah, inilah Thaibah, inilah Thaibah (maksudnya kota Madinah). Bukankah aku sudah menyampaikan kepada kalian tentang hal itu?’ Orang-orang (para sahabat) menjawab,”Benar.’ Beliau saw berkata,’Saya tertarik dengan apa-apa yang dikatakan oleh Tamim ad Dari, karena ia bersesuaian dengan apa-apa yang pernah aku sampaikan kepada kalian tentang Madinah dan Mekkah. Bukankah ia (tempat dajal) terletak di laut Syam atau laut Yaman? Dimana Rasulullah saw mengisayaratkan tangannya kearah timur. Ia (Fathimah) berkata,”Hal ini saya hafalkan dari Rasulullah saw.” (HR. Muslim)

Didalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah mengakhirkan shalat isya pada suatu malam kemudian beliau saw keluar dan bersaba,”Aku terhalangi oleh kisah yang diceriakan oleh Tamim ad Dari tentang seorang laki-laki di sebuah pulau di tengah laut. Dan ketika ada seorang wanita yang terurai rambutnya lalu ada yang bertanya,”Siapakah kamu?’ wanita itu menjawab,”Aku adalah al jassasah. Dan pergilah ke biara itu.’ Maka aku (Tamim ad Dari) pun pergi menemui seorang laki-laki yang terurai rambutnya dan terbelenggu oleh besi melompat-lompat antara langit dan bumi.’ Aku pun bertanya,’Siapakah kamu?’ dia menjawab,’Aku adalah dajjal. Apakah tekah diutus seorang nabi yang ummi?’ Aku menjawab,’benar.’ Dia berkata,’Apakah mereka menaatinya atau makasiat terhadapnya?’ aku menjawab,’bahkan mereka menaatinya.’ Dia berkata,’hal itu lebih baik bagi mereka.”

Didalam menjelaskan tentang al jasssasah ini, al ‘Alamah Abu Thayib Abadi mengatakan bahwa mereka (rombongan Tamim) bertemu dengan seekor binatang melata yang berambut sangat lebat lalu binatang itu ditanya,”Siapakah kamu?’ dia menjawab,”Aku adalah al jassasah.” Ada yang mengatakan bahwa untuk menggabungkan antara dia riwayat tersebut yaitu bahwa dajjal memiliki dua al jassasah. Yang pertama adalah seekor binatang sedangkan yang kedua adalah seorang wanita.

Ada kemungkinan juga bahwa al jassasah adalah setan yang kadang menyerupai seekor binatang melata dan kadang menyerupai seorang wanita. Dan setan memiliki kemampuan untuk merubah bentuk dalam bentuk apa saja yang dia inginkan.

Atau ada kemungkinan bahwa ia adalah seorang wanita, karena wanita juga dinamakan dengan binatang melata sebagai bentuk kiasan sebagaimana firman Allah swt :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا

Artinya,”Dan tidak ada suatu binatang melata (makhluk Allah yang bernyawa) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Huud : 6) – (Aunul Ma’bud juz XI hal 334 – 335)

Dari hadits tersebut diatas dapat diketahui bahwa dajjal saat ini ada bahkan sejak zaman Nabi saw dan masih dipenjarakan di suatu pulau ditengah laut begitu pula dengan al jassasah yang bertugas mencar-cari berita untuk dajjal.

Prilaku Tajassus Dalam Keseharian

Tentang al jassasah ini, Imam Nawawi mengatakan bahwa dinamakan al jassasah dikarenakan binatang itu ditugaskan untuk tajasssus atau memata-matai dan menyelidiki untuk mencari berbagai berita yang akan diberikan kepada dajjal. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XVII hal 104)

Ibnu Manzhur mengatakan bahwa al jassasah berada disuatu pulau ditengah laut memata-matai sambil mencari berita yang akan diberikan kepada dajjal.. sebagaimana disebutkan didalam hadits Tamim ad Dari, yang mengatakan,”Saya adalah al jassasah” yaitu binatang yang dilihat disuatu pulau ditengah laut. Dan dinamakan dengan nama itu dikarenakan biantang itu mencari berbagai berita untuk diberikan kepada dajjal. (Lisanul Arab juz VI hal 38)

Penuturan Imam Nawawi dan Ibnu Manzhur diatas adalah menurut arti bahasanya yang berarti memata-matai, mengintip atau menyelidiki. Sehingga orang yang senantiasa berusaha mencari-cari berita atau informasi disebut dengan al jaasuus. Al Jaasuus juga dipakai untuk orang yang senantiasa mencari-cari aib atau cacat orang lain, sebagaimana disebutkan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi bahwa Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kalian saling memata-matai…”

Dan mereka semua tidaklah bisa disebut dengan al jassasah dikarenakan dalil-dalil yang menceritakan tentang al jassasah tidaklah diperuntukkan bagi mereka, sebagaimana penjelasan diatas meskipun secara lahiriyahnya ada kesamaan prilaku antara keduanya yaitu sama-sama mencari berita.

Wallahu A’lam

Sumber eramuslim.com

Tuesday, September 29, 2009

Keterbukaan dan Ketulusan

Assalamualaikum wR wB


Rasulullah saw. mendidik para sahabatnya agar memiliki ketulusan hati dan sikap terbuka,tidak banyak berkelit atau menutup-nutupi diri agar tampak baik, tidak munafik juga tidak sarat dusta, namun benar-benar tampil terbuka dengan hati yang
tulus.

Konon,anak-anak padang pasir terbiasa hidup dengan keterbukaan.

Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah seraya berkata,“Celaka diriku, wahai Rasulullah!”

“Apa yang membuatmu celaka?” tanya Rasulullah.

“Aku bersebadan dengan istriku, padahal aku berpuasa (di Bulan Ramadhan.”

“Kamu harus memerdekakan seorang hamba sahaya!”

“Aku tidak punya apapun kecuali diriku sendiri.” Jawab laki-laki itu dengan tulus dan
terbuka.

“Kalau begitu, berpuasalah dua bulan berturut-turut !”

“Kalau hanya sehari saja aku tidak mampu menahan hasratku terhadap istriku, lantas bagaimana mungkin aku bisa menahan (berpuasa) selama dua bulan berturut-turut?”

“Jika begitu, beri makan enam puluh orang miskin !”

“Adakah orang yang lebih miskin dariku.”

“Duduklah !” kata Rasulullah seraya beranjak dari tempat duduknya. Kemudian beliau
kembali kepada laki-laki itu dengan membawa satu tandan kurma, “Ambillah
kurma ini, dan bagikan kepada para fakir miskin di Madinah!”

“Adakah orang yang lebih miskin dari padaku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada satu orang pun di setiap pelosok Madinah yang lebih miskin dariku.”

“Jika begitu, ambillah (kurma ini) dan berikan kepada istrimu!”

Perhatikan,bukankah ini keterbukaan dan ketulusan jiwa yang tanpa dibuat-buat?

Rasulullah saw. sungguh telah mendidik para sahabatnya untuk berkata sesuai dengan apa yang ada di hati mereka, dan beliau memastikan orang yang berbeda ucapannya
dengan perbuatannya sebagai orang munafik.

“Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya.” (Al-Fath [48] :11)

Adapun orang Mukmin, hati dan lidahnya selalu seiring sejalan.

Seorang pemuda menghadap kepada Rasulullah saw. dan beliau berkata kepadanya; “Masuklah ke dalam Agama Islam!”

“Aku mau masuk Islam wahai Rasulullah, namun aku ingin meminta satu syarat…” pemuda itu menjawab dengan terus terang.

“Apa syarat itu?” tanya Nabi.

“Izinkan aku berzina, karena aku tidak mampu menahan gelora ini.”

Para sahabat yang mendengarnya hampir saja menghajar pemuda ini, namun Nabi
mengatakan, “Biarkan ia berbicara!”

Seraya meletakkan tangannya yang mulia dan penuh kasih sayang itu di atas dada si
pemuda, beliau berkata, “Apakah engkau rela jika hal yang sedemikian itu
menimpa pada ibumu?”

“Tidak!”jawab pemuda itu.

“Apakah engkau rela jika jika hal yang sedemikian itu terjadi pada saudara perempuanmu?”

“Tidak!”

“Apakah engkau rela jika hal yang sedemikian itu anak perempuanmu?”

“Tidak!”

“Lalu kenapa engkau rela hal yang tidak engkau sukai itu menimpa orang lain?”

Pemuda itupun berkata, “Aku bersaksi, sesungguhnya engkau benar-benar utusan Allah. Aku ingin bertaubat kepada Allah, , termasuk dari perbuatan zina.”

Inilah pembinaan yang luar biasa, juga pelajaran yang mengagumkan lagi indah yang
pernah diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.

Dikutip dari buku: 5 konsep Dasar dalam PendidikanSilakan download disini:http://www.box. net/shared/ x6bqggzshq

Friday, September 18, 2009

Puasa dan Zakat Fitrah

Assalamualaikum wR wB

Kontribusi oleh saudara Muhammad Zen, MA

Ketua DMI Medan Satria Bekasi & Konsultan Syariah IMZ-Dompet Dhuafa Republika

Ibarat dua sisi mata uang, antara Puasa dan Zakat fitrah tidak bisa dipisahkan. Adanya perintah berpuasa --dari Allah Swt-- diperintahkan pula umat Islam untuk berzakat fitrah. Kita diingatkan untuk segera menunaikan zakat fitrah sampai batas akhir yaitu ketika khotib naik mimbar di awal bulan Syawal/ hari raya idul fitri. Dr. Yusuf Qardawi dalam kitabnya ”Fiqh az-Zakat” menjelaskan zakat fitrah --diperintahkan pada tahun kedua hijriah-- diwajibkan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada Hari Raya.
Para fuqaha menyebutkan zakat fitrah sebagai zakat kepala atau zakat badan. Zakat badan dan kepala yang dimaksud adalah zakat pribadi/individu. Sebab, zakat fitrah terambil dari kata ”fitrah”, yaitu asal-usul penciptaan jiwa (manusia) dalam keadaan suci sehingga wajib atas setiap jiwa mengeluarkan zakat fitrah (Fathul Bari, 3/367). wajibnya zakat fitrah ini bertujuan untuk mensucikan diri dan membersihkan perbuatannya.

Allah menganggap mereka yang menyucikan jiwanya sebagai orang beruntung. Mereka itulah orang yang dapat menyucikan jiwanya ketika mampu mengendalikan dirinya dari berbagai hal yang dapat mengotori jiwanya. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15) ”Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya" (QS. Asy-Syam:7-9) .
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Zakat fitrah merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik laki-laki, perempuan, merdeka, budak sahaya maupun kaya dan miskin untuk segera menyucikan jiwanya dengan berzakat. Sehingga, mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Swt dan bersukacita sebagai bentuk syukur kepada-Nya atas anugerah dan nikmat yang diberikan oleh-Nya.

Nabi Saw bersabda: Dari Ibnu Umar Ra. ia mengatakan: “Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas budak sahaya, orang merdeka, laki-laki, wanita, kecil dan besar dari kaum muslimin. Dan Nabi memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat (Id).” (HR. Al-Bukhari dan HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata : "Rasulullah Saw. telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (HR. Bukhori dan Muslim) "Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Berdasarkan hadits tersebut, Jumhur ulama menjelaskan setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 2.5 kg beras atau 3.5 liter beras) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam. Adapun waktu pengeluaran zakat fitrah yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua hari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah. Sebab, akan berubah nilai ibadah kita menjadi sedekah biasa tidak bernilai zakat fitrah lagi. Artinya, seorang muslim wajib memperhatikan waktu dalam menunaikan zakat.

Al-hasil, ramadhan adalah bulan puasa dan bulan bersih. Karena itu, bersihkanlah diri kita dari yang lahir sampai yang batin. Berusaha mencari rizki yang halal dan toyyib. Pastikan bahwa ramadhan ini kamar kita bersih, rumah kita bersih, kamar mandi bersih dari sampah, bersih dari barang-barang yang akan membuat ria, bersih dari barang milik orang lain, bersih dari barang yang tidak berguna.

Karena kalau rumah sudah kotor dari banyak barang yang haram (hasil memperoleh harta dari korupsi, manipulasi, dan mendapatkan cara tidak halal), barang yang ria, barang yang sia-sia, maka rumah itu tidak akan menyenangkan dan tidak akan berkah. Begitu pula dengan harta kita mulai sekarang harus bersih, jiwa kita harus bersih, hati ini harus bersih, kerja kita harus bersih bermanfaat bagi lainnya. Sehingga dipenghujung nanti mudah-mudahan kita dapat menggapai dan kembali kepada jiwa yang suci (fitrah) saat awal syawal (idul fitri). Jangan sekali-kali tercemari oleh hak-hak yang tidak halal bagi kita. Harta yang bersih akan penuh berkah dan diridhoi oleh Allah Swt. Amin. Semoga. Waallahu A’lam.

Thursday, September 17, 2009

Menyempurnakan Wudhu

Bismillahirrahmaanirrahiim


Segala puji bagi Allah yang telah memberi kita kenikmatan besar dengan Nabi
yang mulia, Nabi yang terpilih, Nabi yang penuh cinta kasih-semoga shalawat
dan salam tetap dilimpahkan kepadanya. Melalui Rasulullah-kita mengenal
agama yang agung dan penuh berkah ini, sehingga menjadikan banyak hal yang
susah menjadi mudah. Dan beliau telah memberi petunjuk kepada kita perihal
amalan ringan dan mudah tapi dengan pahala dan keutamaan yang besar, tentu
ini suatu karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.


Maka beruntunglah orang yang berpegang teguh dengan agama ini, yang berarti
telah mendapat kemenangan besar dari Allah ta’ala dengan ampunan dan balasan
dari-Nya, betapa meruginya orang yang menentangnya, yang berati mendapat
kemurkaan dan siksa dari-Nya.


Arti Wudhu


Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedang menurut syariat
artinya membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil.


Menyempurnakan Wudhu


“*Tidaklah seseorang di antara kamu berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya,
kemudian berkata, “Aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, dan
bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, kecuali telah dibuka
baginya pintu – pintu surga yang delapan dan ia bisa masuk dari mana ia
suka.”** (HR Muslim)*


dalam riwayat Tirmidzi ditambahkan, “ *Ya Allah jadikanlah aku termasuk
orang – orang yang bertobat dan jadikan aku termasuk orang – orang yang
menyucikan diri*.”


KETERANGAN

Pada hadits diatas, Rasulullah saw. menerangkan bahwa siapa yang berwudhu
dengan sempurna sesuai yang diajarkan oleh agama, kemudian memberi kesaksian
tentang keesaan Allah dan kerasulan Muhammad saw., maka Allah akan
mengangkatnya, akan menghormatinya dengan kedudukan yang agung, yaitu dengan
dibuka baginya seluruh pintu surga, kemudian ia dipersilahkan memilih masuk
dari salah satu pintu surga yang delapan.


Cara Wudhu Yang Benar

1.

Membasuh kedua tangan sampai pergelangan tangan tiga kali.
2.

Berkumur tiga kali
3.

Membasuh lubang hidung dengan air tiga kali.
4.

Membasuh muka tiga kali sampai sempurna seluruh wajah sehingga mencapai
sebagian pinggir kepala dan janggut secara keseluruhan serta perbatasan
telinga.
5.

Kemudian membasuh kedua tangan tiga kali dan kiri tiga kali juga dengan
sempurna sampai kedua siku.
6.

Mengusap kepala dengan air baru tiga kali, yaitu setelah tangan mengambil
air baru, ibu jari diletakkan di depan telinga dan jari yang lain bertemu di
muka kepala, lalu diputarkan menyentuh seluruh rambut ke belakang, lalu
diputar lagi ke depan.
7.

Mengusap kedua telinga, yaitu dengan memutarkan jari telunjuk pada rongga
– rongga dalam telinga dan dengan ibu jari di sebelah luar telinga.
8.

Membasuh kedua kaki sampai bersih, khususnya tumit sampai pada kedua mata
kaki.


Diterangkan lebih lanjut dalam membasuh tumit, lantaran banyak yang
melalaikannya, khususnya pada musim hujan. Rasulullah saw. bersabda,

“*Celaka bagi orang yang lalai dalam membasuh tumit*.” (HR Bukhari dan
Muslim)


dan dalam menyempurnakan wudhu, Rasulullah saw. bersabda,

“*Barangsiapa berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya, akan keluar semua
kesalahan dari dalam tubuhnya, bahkan sampai keluar dari bawah kuku –
kukunya*.” (HR Muslim)


Diantara yang dianjurkan ialah menyempurnakan membasuh wajah dan tangan
serta kaki, Rasulullah saw. bersabda,


“*Sesungguhnya umatku akan datang pada hari Kiamat dengan putih berkilau di
wajah, kaki, dan tangannya lantaran bekas berwudhu maka barangsiapa yang
bisa memperpanjang (melamakan dalam batas yang wajar) waktu membasuhnya maka
hendaknya ia mengerjakannya*. “ (HR Muslim)

Ada perbedaan pendapat ulama dalam mengartikan memperpanjang waktu membasuh,
ada yang berpendapat melamakan waktunya, ada yang memperluas wilayah
membasuhnya sehingga sampai pada sebagian anggota di sekitarnya maka
membasuh muka dengan sebagian kepala dan sebagian leher, membasuh tangan
sampai sebagian lengan, dan membasuh kaki sampai sebagian betis.


Keterangan Tambahan

Dan hadist lain yang senada dengan hadist di atas ialah hadist yang
diriwayatkan Uqbah bin Amir r.a., Rasulullah saw. bersabda,

“*Tidaklah seorang muslim berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya kemudian
shalat menghadap kiblat dua rakaat kecuali wajib baginya surga*.” (H.R
Muslim)


Kesimpulan


Wudhu adalah amalan yang tergolong ringan, juga tidak susah, justru wudhu
sebagai pembersih, orang senang melakukannya, juga dengan ucapan: *Asyhadu
an la Ilaaha Illallaah wa asyhadu anna Muhammadan Abduhu warasuluh*,
perkataan yang ringan dalam lisan, tidak ada keberatan sedikit pun, tapi
dengan kemudahan yang demikian Allah memberi pahala yang sangat besar. Ia
juga pengampun bagi dosa- dosa, bahkan dibukakan seluruh pintu surga yang
selapan kemudahan lain adalah dipersilahkan untuk masuk dari pintu yang
dikehendaki. Ini merupakan pemberian yang sangat besar. Bagaimana dengan
yang lalai dan lengah dalam hal ini, betapa mereka menyia-nyiakan keagungan
ini, mereka membuangnya begitu saja. Maka mari kita pahami perkataan seorang
alim:”*Musibah terbesar bagi seorang manusia adalah lengah*.”


Maka berapa banyak orang yang tidak berwudhu? Dari yang berwudhu berapa
banyak yang tidak mengerjakan dengan baik? Dari mereka berapa yang tidak
menyempurnakannya? Berapa yang setelah menyempurnakannya tidak berdoa? dari
yang berdoa berapa yang tidak shalat dua rakaat setelah itu?

(Sumber : AL-KUBAISI, Dr. Iyadah bin Ayyub. 40 Amalan ringan berpahala
besar. Jakarta : Gema Insani Pers, 2005)

Tuesday, September 15, 2009

Wong Fei Hung (Faisal Hussein Wong) Adalah Muslim (Ulama)

Assalamualaikum wR wB
Kontribusi dari saudara Hujeni

Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu
dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong
Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun
siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri
legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China
oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya
mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga
supremasi kekuasaan Komunis di China.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari
keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan
dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga
merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila
di-bahasa-arab- kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu
pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok
(wushu/kungfu) . Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po
Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang
ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu
beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari
Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari
diwariskannya kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik
beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim
membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah
dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat
menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya
berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya
pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien
yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang
bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu
tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah
melawan pemerintahan Dinasti Ch'in yang korup dan penindas. Dinasti
Ch'in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang
memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya
Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama
Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada
Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah
yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei
Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris.
Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan
andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung
Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa
pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch'in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir
mengalahkan dinasti penjajah Ch'in yang datang dari Manchuria
(sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch'in
tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia,
Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya
akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch'in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru
pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah
menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil
mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin
sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat
taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus
Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung
juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton
pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri
bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil
menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan
kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin
yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai
cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian
dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena
istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya
wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia
bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan
juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan
hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada
kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat
Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan
pembela kaum mustad'afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela
kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas
orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian
yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum
yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu
pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati
Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan
semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim
yang hidup setelahnya. Amiin.

Spoiler for sumber::
http://en.wikipedia .org/wiki/ Wong_Fei_ Hung
http://www.wongfeih ung.com/
http://www.abdurroh im.web.id/ index.p.. .rah&Itemid= 170
http://majalahummat ie.wordpress. com/...eorang- muslim/

Wednesday, September 9, 2009

Hikmah Puasa yang Harus Kita Amalkan

Assalamu'alaikum wR wB,
Konstribusi dari A Nizami


Hikmah Puasa yang Harus Kita Amalkan
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183]

Dari ayat di atas kita ketahui bahwa tujuan berpuasa itu bukan sekedar menahan lapar dan haus. Tapi agar kita jadi manusia yang bertakwa. Takwa itu artinya menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua larangannya.

Puasa itu sekedar latihan agar kita bisa menjalankan nilai-nilai/ hikmah puasa di bulan-bulan lainnya. Di antaranya adalah.

Menahan Diri dari Mengambil Barang yang Bukan Miliknya

Jika kita ketika puasa tidak mau memakan makanan milik sendiri dan tidak mau meminum minuman kita sendiri, maka hendaknya kita senantiasa menjaga diri kita agar tidak mengambil milik orang lain. Jika ada yang tetap mencuri, korupsi, mengambil komisi yang tidak wajar/suap, berarti dia belum menjalankan hikmah puasa. Dia belum jadi manusia yang bertakwa.

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” [Al Baqarah:188]

Menjauhi Zina dan Perselingkuhan

Saat puasa kita diharuskan untuk tidak melakukan hubungan intim dengan istri/suami kita sendiri. Pelajaran yang kita dapat dan harus praktekkan adalah jika dengan istri/suami kita sendiri kita bisa menahan nafsu, apalagi dengan istri/suami orang lain. Orang yang puasanya benar tidak akan melakukan selingkuh/zina dengan orang yang bukan suami/istrinya.

Tundukan pandangan dari hal-hal yang mendekatkan kita kepada zina.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Al Israa’:32]

Tidak Berbohong dan Berbuat Buruk

Salah satu tujuan puasa adalah untuk mendidik ummat Islam agar tidak berkata bohong/dusta. Jika itu dilakukan, maka puasanya sia-sia. Kita juga harus berusaha agar hikmah puasa ini bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari di bulan-bulan lainnya. Selain itu kita harus menghindari perbuatan buruk lainnya.

Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak memerlukan ia meninggalkan makan dan minunmya.' [HR Bukhari]

Tidak Suka Mencaci dan Menzhalimi Orang Lain

Satu hikmah puasa adalah melatih kita untuk tidak menyakiti orang lain baik secara lisan atau pun fisik. Bahkan jika ada orang lain mengajak kita bertengkar/berkelah i, sebaiknya kita menghindari dengan mengucapkan: “Aku berpuasa.”

Tidak sepantasnya seorang Muslim yang telah berpuasa, tapi lisan/tangannya tetap menyakiti orang lain:

Abu Hurairah r.a, berkata, "Rasulullah bersabda, 'Allah berfirman, "Setiap amal anak Adam itu untuknya sendiri selain puasa, sesungguhnya puasa itu untuk Ku, dan Aku yang membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila ada seseorang di antaramu berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci makinya atau memeranginya (mengajaknya bertengkar), maka hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya sedang berpuasa.' Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah adalah lebih harum daripada bau kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya. Yaitu, apabila berbuka, ia bergembira; dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya, ia bergembira karena puasanya itu." [HR Bukhari]

Merasakan Penderitaan Fakir/Miskin dan Menolong Mereka

Satu hikmah dari puasa adalah kita berusaha turut merasakan lapar dan hausnya orang miskin sehingga kita mempunyai kepedulian terhadap mereka. Yang harus kita ingat adalah jika kita puasa kita bisa Sahur sebelum Subuh dan berbuka ketika Maghrib, maka orang miskin bisa jadi tidak sahur, tidak buka, dan akhirnya mati kelaparan seperti beberapa saudara kita di Aceh, NTT, dan juga Papua.

Untuk itulah sebelum shalat ‘Ied kita diwajibkan untuk membayar zakat Fitrah agar seluruh ummat Islam baik kaya dan miskin bisa bergembira bersama.

Tidaklah beriman orang yang tidur dengan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan:

Nabi SAW: Tiada beriman kepadaku orang yang tidur dengan perut kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu. [HR. Al Bazzaar]

Sesungguhnya satu kebaikan itu adalah memberikan harta yang kita cintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, orang yang meminta-minta, dan sebagainya:

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Orang Islam yang tidak peduli sesama dan hanya memperkaya diri/kelompoknya saja, maka dia bukanlah termasuk orang yang beriman.

Membuat Badan Sehat

Meski hadits di bawah dari sisi sanad dha’if, namun dari sisi isi/matan bisa kita rasakan kebenarannya.

صُوْمُوْا تًصِحُّوْا

“Berpuasalah niscaya kamu sehat” [Ibnu ‘Adi]

Salah satu sumber penyakit adalah dari makanan/perut. Kelebihan makanan sering membuat kadar kolesterol dan zat-zat membahayakan lainnya begitu tinggi dan berbahaya bagi tubuh kita. Dengan berpuasa, selain makanan kita lebih terjaga juga mengistirahatkan perut dan usus kita sejenak dari kegiatan rutin. Umumnya orang yang berpuasa berat badannya turun 2-5 kg dalam sebulan sehingga terhindar dari over-weight atau kegemukan yang bisa mendatangkan berbagai penyakit (minimal badan jadi lekas capek).

Bahkan satu terapi yang dipakai untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit adalah diet yang mirip dengan puasa untuk mengurangi makanan yang masuk ke dalam tubuh kita.

Demikianlah beberapa hikmah/nilai- nilai dari Puasa/Shoum yang harus kita terapkan dalam kehidupan sosial kita sehari-hari. Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk melakukannya.

Media Islam

www.media-islam. or.id

Referensi:

Fiqih Islam, H. Sulaiman Rasjid

Friday, September 4, 2009

Puasa dan Peduli Sosial

Muhammad Zen, MA
Ketua DMI Medan Satria - Kota Bekasi &
Konsultan Syariah IMZ-Dompet Dhuafa Republika

Waktu seperti air yang mengalir, tak terasa kita sudah memasuki awal fase kedua (magfiroh) dalam bulan romadhan yaitu hari kesebelas di bulan ini. Puasa adalah media latihan setiap individu untuk menahan lapar dan haus dahaga sejak fajar sampai magrib selama sebulan penuh lamanya. Pelajaran yang sangat berharga tentunya dengan berpuasa melatih kita merasakan bagaimana posisi dan keadaan orang-orang yang sering kehausan dan kelaparan. Dengan merasa seperti itu, diharapkan kita menjadi sensitif terhadap persoalan-persoalan yang sering dihadapi orang miskin dengan ringan tangan membantunya.

Sehingga, dengan puasa yang dilaluinya timbul cinta kasih kepada sesama manusia. Kita merasakan tidak makan dan minum saja dari waktu yang telah ditentukan tersebut saja betapa terasa lapar dan dahaga, letih, lemas, dan kurang bertenaga. Bagaimana dengan saudara kita yang memiliki keterbelakangan ekonomi tidak makan dan minum hampir setiap hari, boleh jadi ada yang lebih dari satu, dua, dan tiga hari atau bahkan ada yang berminggu-minggu lamanya?

Puasa adalah ritual keagamaan yang penuh makna yang bernuansa humanis/kemanusiaan. Ibadah puasa kian bermakna jika dilaksanakan dengan disertai pemahaman akan hikmah di dalamnya bahkan dengan sukarela membantu terhadap sesama dengan berlomba-lomba dalam kebaikan dan bersedekah. Apalagi di bulan yang penuh ampunan Allah Swt. Pernah suatu ketika Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat; “ya Rasulullah perbuatan apa yang sangat mulia (dilakukan oleh manusia)? Rasul menjawab: “Berbuat kebajikan atau bersedekah pada bulan Romadhan”. (HR. Bukhori) Sebab, pada bulan ini amal kebajikan termasuk sedekah akan dilipat gandakan oleh Allah sepuluh kali lipat (QS. Al-An’am: 160) bahkan sampai lebih yaitu tujuh ratus kali lipat pahala yang diperolehnya (QS. Al-Baqarah : 261).

Pada dasarnya saat kita melakukan amal sosial adalah untuk diri kita sendiri. (QS. Al-Jatsiyah : 15) Sedekah berarti berderma atau melakukan perbuatan yang baik karena Allah Swt semata. Banyak model sedekah yang dapat kita lakukan dalam rangka peduli sosial. Sedekah membantu kepada mereka yang membutuhkan baik dalam bentuk barang (makanan dan minuman atau lainnya) dan jasa sedekah juga bisa lewat dengan senyuman, berzikir sehingga enggan menyakiti orang lain bahkan orang yang menyingkirkan sesuatu yang mengaanggu dalam jalan raya pun dikategorikan oleh Rasul sebagai bentuk sedekah atau peduli sosial. (HR. Bukhori) Orang yang gemar memberikan makanan pada orang yang kelaparan. Ini adalah praktik riil bagaimana kepedulian itu ditunjukkan dengan kerelaan kita memberikan sebagian harta kita untuk meringankan beban mereka dengan bersedekah dan berzakat.

Islam adalah agama yang humanis, memperhatikan masalah sosial. Hal ini dapat juga dicermati bagaimana saat kita beribadah shalat yang diakhiri dengan salam (tengok kanan dan ke kiri ). Inipun boleh jadi sebagai simbol disamping sebagai bentuk ibadah kepada Allah, agar kita selalu mengingat, memperhatikan dan membantu meringankan beban kesulitan ekonomi saudara kita yang ada disamping kanan dan samping kiri kita.
.
Allah Swt telah berjanji akan memasukkan mereka (yang meringankan beban saudaranya dengan bersedekah/berzakat) ke dalam syurga firdaus yang kekal di dalamnya (QS. Al-mu’minun: 10-11). Bahkan Allah akan memasukkan kepada mereka yang tidak peduli sosial yaitu ke dalam neraka (saqar). ⽸0?Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?. Mereka menjawab "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, Dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin” (QS. Al-Muddatstsir =74): 42-45).

Al-hasil, Puasa yang kita lalui mudah-mudahan dapat membuat rasa peduli sosial terlatih. Bahkan semakin meningkatkan amal sosial kita secara horizontal, yang berdampak nyata pada masyarakat dan lingkungan. Di samping, sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt secara vertikal agar keimanan dan ketakwaan kita semakin meningkat. Amin.

Waallahu A’lam

Thursday, September 3, 2009

PENTINGNYA TETAP ISTIQAMAH DAN TAQARRUB KEPADA ALLAH SWT

Assalamualaikum wR wB

Kontribusi dari saudara Wirawan


*[Al-Islam 471] *Pada bulan suci Ramadhan kali ini, umat Islam, selain
sedang diuji kesabarannya dalam menjalani hari-hari puasanya sebulan penuh,
juga sedang diuji kesabarannya menghadapi fitnah akibat isu terorisme yang
akhir-akhir ini sengaja dimunculkan kembali, diekspos terus-menerus dan
dikaitkan dengan Islam dan kaum Muslim. Ujian ini terutama menimpa para
pengemban dakwah, baik individu maupun lembaga dakwah (pesantren).


Menghadapi ujian ini seyogyanya setiap Muslim dituntut untuk tetap
istiqamah di dalam ketaatannya kepada Allah SWT, tidak menyimpang sedikit
pun dari jalan-Nya, dan malah harus semakin mendekatkan diri (*taqarrub*)
kepada-Nya. Sebab, istiqamah dalam ketaatan kepada Allah SWT dan
*taqarrub*kepada-Nya akan menjadi pintu baginya untuk meraih sukses di
dunia dan akhirat.

*Pentingnya Istiqamah *

Sejak Baginda Nabi saw. memulai dakwah secara terang-terangan di Makkah,
orang-orang kafir mulai memutar otak untuk mencari cara—dari mulai yang
paling halus hingga yang paling kasar dan kejam—untuk menggagalkan dakwah
Nabi saw. Mula-mula mereka melontarkan isu bahwa Muhammad saw. adalah orang
gila. Lalu beliau juga dituduh sebagai penyihir yang bisa memecah-belah
bangsa Arab. Tujuannya, agar orang-orang Arab tidak mendekati, apalagi
mendengarkan kata-kata Muhammad. Itulah ujian yang pertama dan paling ringan
yang dialami Baginda Rasulullah saw.


Tatkala Quraisy melihat bahwa Muhammad tidak berpaling sedikitpun dari
jalan dakwah, mereka lalu berpikir keras untuk membenamkan dakwah Muhammad
saw. dengan berbagai cara yang lebih keras. Secara ringkas ada empat cara
yang mereka lakukan: mengolok-olok, mendustakan dan melecehkan Rasul;
membangkitkan keragu-raguan terhadap ajaran Rasul dan melancarkan propaganda
dusta; menentang al-Quran dan mendorong manusia untuk menyibukkan diri
menentang al-Quran; menyodorkan beberapa bentuk penawaran agar Rasul mau
berkompromi, yang tujuan akhirnya adalah menyimpangkan bahkan menghentikan
dakwah beliau (Syaikh Shafiy ar-Rahman al-Mubarakfuri, *ar-Rahîq al-Makhtûm*
).

Akan tetapi, semua cara ini pun gagal. Namun, kaum Kafir tidak mengendorkan
kesungguhan untuk memerangi Islam serta menyiksa Rasul-Nya dan orang-orang
yang masuk Islam. Fitnah dan ujian juga dilakukan terhadap Baginda Nabi saw.
oleh Abu Lahab dan istrinya, Abu Jahal dan istrinya, Uqbah bin Abi Mu’ith,
Adi bin Hamra‘ ats-Tsaqafi dan Ibn al-Ahda‘ al-Huzali. Salah seorang dari
mereka pernah melempar Nabi saw. dengan isi perut domba yang baru disembelih
saat beliau sedang shalat. Uqbah bin Abi Mu’ith bahkan pernah meludahi wajah
Nabi saw. Utaibah bin Abi Lahab pernah menyerang Nabi saw. Uqbah bin Abi
Mu’ith pernah menginjak pundak beliau yang mulia. Semua itu dialami Baginda
Rasulullah saw., betapapun mulianya kedudukan dan kepribadian beliau di
tengah-tengah masyarakat.


Karena itu, wajar jika para Sahabat beliau, apalagi orang-orang lemah di
antara mereka, juga mendapat banyak gangguan atau siksaan, yang tak kalah
kejam dan mengerikan. Paman Utsman bin Affan, misalnya, pernah diselubungi
tikar dari daun kurma dan diasapi dari bawahnya. Ketika Ibu Mushab bin Umair
mengetahui bahwa anaknya masuk Islam, ia tidak memberi makan anaknya dan
mengusirnya dari rumah—padahal ia sebelumnya termasuk orang yang paling enak
hidupnya—sampai kulit Mushab mengelupas. Bilal bin Rabbah juga pernah
disiksa secara kejam oleh Umayah bin Khalaf al-Jam*h*i. Lehernya diikat,
lalu ia diserahkan kepada anak-anak untuk dibawa berkeliling mengelilingi
sebuah bukit di Makkah. Bilal juga dipaksa untuk duduk di bawah terik
matahari dalam kelaparan, kemudian sebuah batu besar di diletakkan dadanya.


Hal yang sama menimpa keluarga Yasir ra, bahkan lebih tragis. Abu Jahal
menyeret mereka ke tengah padang pasir yang panas membara dan menyiksa
mereka dengan kejam. Yasir ra. meninggal dunia ketika disiksa. Istrinya,
Sumayyah (ibu ’Ammar), juga menjadi *syahidah* setelah Abu Jahal menancapkan
tombak di duburnya. Siksaan terhadap Ammar bin Yasir juga semakin keras.
(Ibn Hisyam, *Sîrah Ibn Hisyam*, 1/319; Muhammad al-Ghazaliy, *Fiqh as-Sîrah
*hlm. 82.


Meski mengalami semua makar dan kekejaman yang dilakukan orang-orang Kafir,
Rasulullah saw. dan para Sahabat beliau tetap berpegang teguh pada Islam,
tetap bersabar dan tetap istiqamah di jalan dakwah hanya karena satu alasan:
mengharap ridha Allah SWT.


Karena itu, jika hari ini para pengemban dakwah, khususnya di Tanah Air,
sedang diuji dengan fitnah terorisme—dituduh mengancam negara, diawasi
bahkan diperangi atas nama perang melawan terorisme—maka hal itu sebenarnya
barulah mengalami hal yang paling ringan dari apa yang pernah dialami
Baginda Nabi saw. saat pertama kali. Artinya, jika pun ujian dakwah yang
mereka alami jauh lebih sadis dari sekadar fitnah/tuduhan palsu, maka tak
usah khawatir. Sebab, Nabi saw. dan para Sahabat pun—yang notabene para wali
Allah sekaligus kekasih-Nya—pernah mengalaminya.


Karena itu, istiqamah di jalan dakwah adalah hal yang sebetulnya
wajar-wajar saja bagi para pendakwah. Bahkan hanya dengan tetap istiqamahlah
segala permusuhan orang-orang kafir terhadap para pengemban dakwah—yang
notabene adalah para wali (kekasih) Allah—akan bisa dikalahkan. Sebab, Allah
SWT telah berfirman di dalam sebuah hadis *qudsi*, bahwa Dia sendirilah yang
akan memerangi orang-orang yang memerangi para wali (kekasih)-Nya:

*Siapa saja yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka Aku memaklumkan perang
terhadapnya* *(HR al-Bukhari).*

Jika Allah SWT telah memaklumkan perang, maka siapapun yang menjadi
sasarannya pasti akan dikalahkan. Lebih dari itu, jika kaum Muslim dan para
pengemban dakwah tetap istiqamah di jalan-Nya, maka segala makar orang-orang
kafir dan antek-anteknya juga pasti gagal, dan kemenangan dakwah pasti dapat
segera terwujud. Sebab, makar orang-orang kafir dan para pendukung kekufuran
terhadap kaum Muslim pasti akan dibalas oleh Allah sendiri. Allah SWT
berfirman:


*Orang-orang kafir itu membuat makar/tipudaya dan Allah membalas
makar/tipudaya mereka itu. Allah adalah sebaik-baik Pembalas tipudaya* *(QS
Ali Imran [3]: 54).*

*Pentingnya Taqarrub ilâ Allâh*

Selain tetap istiqamah, setiap Muslim, khususnya para pengemban dakwah,
seyogyanya terus berupaya mendekatkan diri (*taqarrub*) kepada Allah SWT.
Dalam lanjutan hadis *qudsi* di atas, Allah SWT berfirman:


*Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai
daripada apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus
bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan-amalan nafilah hingga Aku mencintainya.
Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia
mendengar; menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat; menjadi
tangannya yang dengannya ia memegang; menjadi kakinya yang dengannya ia
berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, pasti Aku beri. Jika ia meminta
perlindungan-Ku, pasti Aku lindungi* *(HR al-Bukhari).*


Dari hadis di atas, jelaslah bahwa secara tersurat, kunci bagi setiap
Muslim, khususnya para pengemban dakwah, agar senantiasa permohonannya
dikabulkan, juga agar senantiasa mendapatkan perlindungan Allah SWT, adalah
*taqarrub* (mendekatkan diri) kepada-Nya.


Hanya saja, pengertian *taqarrub* ini tidak boleh dipersempit hanya dalam
tataran ritual atau spiritual semata; apalagi sekadar menjalankan yang
sunnah-sunnah saja, sementara banyak kewajiban lainnya yang ditinggalkan.
Sebab, makna *syar’i* dari *taqarrub ilâ Allâh* adalah melaksanakan ketaatan
kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah Allah
tetapkan (*Fath al-Bâri*, XXI/132; *Syarh Muslim*, IX/35; *Al-Muntaqa Syarh
al-Muwaththa`*, 1/499; *Syarh al-Bukhâri li Ibn Bathal*, XX/72). Bahkan *
taqarrub* dengan menjalankan seluruh kewajiban adalah lebih Allah sukai,
apalagi jika ditambah dengan terus-menerus menjalankan hal-hal yang sunnah.


Di antara kewajiban—sebagai bagian dari *taqarrub* yang lebih Allah sukai
itu—adalah berdakwah sekaligus berjuang untuk menegakkan hukum-hukum Allah
SWT di muka bumi. Para ulama bahkan menegaskan bahwa *taqarrub ilâ
Allâh*mencakup menerapkan sistem pemerintahan Islam (Khilafah) dengan
melaksanakan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan. Imam Ibnu Taimiyah berkata,
"Wajib menjadikan kepemimpinan [*imârah*] sebagai bagian dari agama dan
jalan mendekatkan diri kepada Allah. Sebab, mendekatkan diri kepada Allah
dalam urusan kepemimpinan dengan jalan menaati Allah dan Rasul-Nya termasuk
*taqarrub* yang paling utama [*min afdhal al-qurubât*]." (*Majmû*’ *al-Fatawa,
*VI/410),

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali juga menerangkan, "Termasuk kewajiban yang
merupakan *taqarrub ilâ Allâh* adalah mewujudkan keadilan, baik keadilan
secara umum sebagaimana kewajiban seorang penguasa atas rakyatnya, maupun
keadilan secara khusus sebagaimana kewajiban seorang kepala keluarga kepada
istri dan anaknya." (*Jâmi’ al-’Ulum wa al-Hikâm, *XXXVIII/11).


Berdasarkan hadis-hadis di atas, aktivitas menerapkan syariah secara adil
yang dilakukan oleh Khalifah adalah bagian dari *taqarrub ilâ Allâh*. Bahkan
seperti kata Ibnu Taimiyah di atas, menjalankan pemerintahan Islam termasuk
*taqarrub ilâ Allâh* yang paling utama.



Pernyataan Ibnu Taimiyah itu tidaklah mengherankan, sebab hanya dengan
pemerintahan Islam sajalah umat Islam akan dapat menerapkan hukum-hukum
syariah Islam secara *kâffah* (menyeluruh). Sistem pidana Islam, sistem
pendidikan Islam, sistem ekonomi Islam dan sistem-sistem Islam yang lain
tidak mungkin diterapkan tanpa adanya sistem pemerintahan Islam (Khilafah).
Walhasil, eksistensi Khilafah sangat vital, karena hanya dengan
Khilafah *taqarrub ilâ Allâh* akan bisa terlaksana sempurna. Khilafah adalah kunci *taqarrub ilâ Allâh* secara *kâffah*.


Karena itu, memperjuangkan kembali tegakknya Khilafah jelas sengat penting
dilakukan oleh umat Islam, khususnya para pengemban dakwah, sebagai bagian
dari *taqarrub* kepada Allah SWT.


Lebih dari itu, saat seorang Muslim ber-*taqarrub* kepada Allah maka dia
pasti akan dicintai Allah. Orang yang dicintai Allah akan mendapatkan
berbagai balasan yang baik dari Allah, semisal keridhaan dan rahmat Allah;
limpahan rezeki-Nya, taufik-Nya, pertolongan-Nya, dan sebagainya. (Ibn Rajab
al-Hanbali, *Jâmi’ al-’Ulm wa al-Hikâm*, XXXVIII/10-12; *Syarah Muslim*,
X/35).


Walhasil, pada bulan Ramadhan yang mulia ini, marilah kita semua ber-*
ta qarrub* kepada Allah SWT dengan makna yang seluas-luasnya, sebagaimana
terpapar di atas. Dengan semua itu, mudah-mudahan Allah SWT segara
memberikan pertolongan-Nya kepada kita demi terwujudnya ‘*Izzul al-Islâm wa
al-Muslimîn. *Amin*.**[]*