Thursday, July 30, 2009

Bahagia Karena Bertawakkal

Bismillahirrahmanirrahiim,

Assalamualaikum wR wB

Allahu swt telah menjelaskan didalam al-Quran mulia berbagai-bagai kunci kesuksesan dan kebahagiaan untuk “sang khalifah”. Jikalah harta itu harus didapati dengan usaha yang gigih dan bersusah-susah, maka kesuksesan didunia dan akherat itu juga mestilah harus ada sebab jalan penyampai kepadanya, berpegang teguh kepada tali-tali ke-Tuhanan dan yang demikian itulah jalan-jalannya.

Diantara jalan-jalan kebahagiaan yang telah Allah swt bentangkan kepada “sang khalifah” yaitu berpegang kepada prinsip TAWAKKAL.

Perkataan tawakkal diambil dari asal kata wakala yang bermaksud menyerahkan atau mewakilkan, yaitu menyerahkan ataupun mewakilkan suatu urusan kepada seseorang. Tetapi perkataan tawakkal digunakan dalam urusan berserah diri seorang hamba kepada Allah swt Sang Pencipta dirinya.

Tawakkal merupakan kunci utama bagi umat manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman hidup. Karena dengan berserah diri kepada Allah swt, maka seseorang itu tidak perlu khawatir akan apa yang berlaku yang menimpa dirinya. Dia telah mengikhlaskan dirinya kepada Allah swt dalam setiap urusan kehidupannya sehingga tenanglah jiwanya, karena dia menyadari hanya Allah swt saja yang dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan. Dia sadar benar akan sabda Rasulullah saw yang mengatakan :

قال رسول الله لعبد الله بن عباس رضي الله عنهما يا غلام إني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك وإن اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك

Bermaksud :

“Telah bersabda Rasulullah saw kepada ibnu Abbas ra, “wahai anak aku ajarkan engkau kalimat-kalimat, jagalah (ingatlah) Allah maka Dia tentu akan menjaga kamu, jagalah Allah niscaya dia ada dihadapanmu, jika kamu meminta-minta, (maka) mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan, (maka) pintalah pertolongan kepada Allah, dan ketahuilah seandainya suatu umat telah berkumpul untuk memberikan suatu kemanfaatan kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat meyampaikannya melainkan apa-apa yang telah Allah tentukan terhadapku, dan sekiranya telah berkumpul suatu umat untuk membahayakan akan dikau, niscaya mereka tidak akan dapat melakukan itu melaikan apa-apa yang telah Allah swt tentukan terhadapmu”. (H.R. Tirmizi)


Dia itu tidak meyakini segala kerenah manusia disekelilingnya, yang meyakini akan kebenaran rasi bintang-bintang, karena dia menyadari bintang-bintang yang bertebaran diatas sana hanyalah ciptaan Allah swt yang tidak dapat memberikan kemudaratan baginya, dia juga tidak menghiraukan manusia yang sibuk mengenal tarikh lahir, karena dia meyakini tarikh lahir itu tidaklah dapat memberikan kebaikan ataupun keburukan terhadap dirinya. Dia tidak pula mempedulikan oarng-orang yang berduyun-duyun mendatangi tukan sihir atau dukun ataupun bomoh untuk meminta-minta petunjuk (wangsit). Yang dia yakini jauh didalam sanubarinya bahwa seluruh kebaikan dan keburukan yang akan menimpa dirinya hanyalah atas izin dan kehendak Allah swt juga.

Dahulu ketika “penulis” baru keluar dari kampung halaman, seorang ustaz telah memberikan saya secebis azimat yang tertulis diatas sehelai kertas yang disimpan didalam plastic putih, saya diminta agar kertas itu senantiasa dijaga dan dibawa kemanapun saya pergi. Demikianlah saya menjaga dan membawa azimat itu kemana kaki ini melangkah.

Pada suatu hari saya merasakan kegelisahan, karena terkadang terlupalah akan azimat itu, demi mendengar wasiat sang ustaz itu, maka terpaksalah diri ini harus kembali kerumah untuk mengambilkannya. Saya merasakan kegelisahan saya bertambah-tambah karena saya merasakan tiada rasa aman jika saya tidak membawanya bersama.

Pada suatu ketika terfikirlah oleh akan daku akan hadis diatas tadi dan bertanyalah diriku kepada hatiku, mengapa harus daku dikekang oleh benda kecil ini? Mengapa tidak berserah diri kepada Allah swt saja? Bukankah senang jika berserah diri kepada Allah, tak perlulah diri ini dipermaikan oleh benda kecil ini. Maka dengan mengucapkan bismillah plastic putih yang berisi azimat itu saya buka dan saya mencoba untk memahami tulisannya yang bertuliskan Arab, tetapi ternyata dia bukanlah ayat-ayat al-Quran dan bukan pula dia seuntai hadis Rasulullah saw. Maka tiada yang dapat daku fahami akan tulisan itu melainkan daku serahkan kepada api sebagai penghapus kegelisahan batinku.

Alhamdulillah hingga saat ini saya merasakan merdeka, terlepas dari ikatan-ikatan yang membuat rusing fikiranku yang membuat gelisah bathinku.

حسبي الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير

"Cukuplah Allah swt sebagai wakil (penjamin), Dialah sebaik-baik sembahan dan sebaik-baik penolong".

Allah swt berfirman dialam surah Ali Imran ayat ke 160 :

(إِن يَنصُرْكُمُ اللّهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا الَّذِي يَنصُرُكُم مِّن بَعْدِهِ وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكِّلِ الْمُؤْمِنُونَ) (آل عمران : 160 )

"Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal". (Q.S. Ali Imran : 160)

Keutamaan bertawakkal

Diantara keutamaan berserah diri kepada Allah swt telah saya coba untuk menghimpun beberapa ayat dan hadis rasulullah saw

Pertama : Tawakkal kepada Allah swt merupakan sikap utama seorang yang beriman.

(وَاتَّقُواْ اللّهَ وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ) (المائدة : 11 )

“Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu bertawakkal”. (Q.S. Al-Maidah : 11)


Kedua : Tawakkal lambang benarnya keimanan

(وَعَلَى اللّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ) (المائدة : 23 )

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Q.S. Al-Maidah : 23)

(إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ) (الأنفال : 2 )

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (Q.S. Al-Anfal : 2)


Ketiga : Allah swt akan pelindung orang-orang yang bertawakkal


(وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ فَإِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ) (الأنفال : 49 )


"Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, Maka Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Q.S. Al-Anfal : 49)


Keempat : Allah swt Penjamin orang-orang yang bertawakkal


(وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ) (الطلاق : 3 )

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”. (Q.S. Al-Thalak : 3)

(وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً) (الأحزاب : 3 )

“Dan bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara”. (Q.S. Al-Ahzab : 3)

Rasulullah saw bersabda :

عن عمر بن الخطاب ، قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم ، يقول : " لو توكلون على الله حق توكله ، لرزقكم الله كما يرزق الطير ، تغدو خماصا ، وتعود بطانا

“Daripada Umar bin al-Khattab ra : saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda “seandainya engkau bertawakkal kepada Allah swt dengan sebenar-benar tawakkal, tentulah Allah swt akan memberikan rezeki kepadamu sebagaimana diberikan rezeki burung, mereka keluar dipagi hari (dari sarangnya) dalam keadaan perut kosong dan mereka kembali dipetang hari kesarangnya dalam keadaan perut kenyang”. (H.R. Ibnu Hibban)

Kelima : Syaitan tidak berkuasa keatas orang-orang yang bertawakkal

(إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ) (النحل : 99 )

“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya”. (Q.S. Al-Nahl : 99)

Ketika manusia dilahirkan kemuka bumi, maka lahir juga bersamanya kemuliaan-kemuliaan dan keutamaan-keutamaan. Dirinya telah lahir maka lahir juga “sang khalifah” Allah itu. Allah swt telah menentukan dirinya sebagai hamba-Nya dan Allah swt telah berjanji akan menjaga dan memenuhi keperluannya dan yang demikianlah seperti yang tertulis dilauh mahfuz, bahwa seseorang itu telah ditentukan segalanya.

Berbahagaialah sang khalifah itu, karena Allah swt tuhannya berjanji kepada zat-Nya sendiri, yang menyatakan Dia tidak akan menzhalimi siapapun yang menjadi hamba-hambanya.

Bukan rasi bintang itu yang akan membentuk nasibmu, bukan tarikh lahir itu yang akan membentuk kepribadianmu. Bukan ciptaan-ciptaan itu yang akan menentukan jalan hidupmu, tetapi dirimu juga yang akan menentukan senang susahnya alur ceritamu. Demikianlah wasiat Allah swt didalam al-Quran surah al-Anfal ayat ke 53 :

(ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ) (الأنفال : 53 )

“(siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Q.S. Al-Anfal : 53)


Begitu juga janji Allah swt didalam surah al-Ra’d ayat ke 11:

(لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ) (الرعد : 11 )

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Al-Ra’d : 11)

Saudaraku, Islam ini indah dan Allah itu Maha Pemurah, maka apa sebabnya kita masih juga mencoba berlari dari nikmat-nikmat-Nya?

Jika berpegang akan dikau kepada tali-talinya, maka dirimu tidak akan pernah terjatuh, namun jika engkau lepaskan tali-talinya itu, maka engkau akan terjatuh dan sakitlah jiwa dan raga karenanya.

(وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَن يَعْتَصِم بِاللّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ) (آل عمران : 101 )

“Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Q.S. Ali Imran : 101)


Meyakini ramalan rasi bintang ataupun tarikh lahir dan yang sejenis dengannya lambang rosakknya iman

Saudaraku, yang Maha Mengetahui itu hanyalah Allah swt, dan tidak satupun dari makhluknya yang dapat mengetahui perkara yang ghaib melainkan Dia saja.
Masa hadapan itu perkara ghaib, rezeki itu perkara ghaib, senang susah itu perkara ghaib, jodoh itu perkara ghaib, kematian itu perkara ghaib dan tidaklah semua makhluk mengetahuinya melainkan Allah swt saja yang dapat mengetahuinya.


(وَلِلّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ) (هود : 123 )

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Hud : 123)


Kita tidak diperintahkan untuk memeriksa perkara-perkara itu tetapi kita hanya diperintahkan untuk bertawakkal atau berserah diri kepada-Nya. Bukan tugas kita untuk menyelidiki perkara yang ghaib itu, tugas kita hanyalah untuk menyembah akan Dia dan kemudian memakmurkan muka bumi dengan kebaikan-kebaikan.

Menyelidiki perkara-perkara yang ghaib itu telah membukakan pintu kemaksiatan, karena perbuatan seperti itu telah membuka jalan kearah pembatalan iman. Karena manusia jika berkeinginan untuk mengetahui perkara yang ghaib itu mereka lebih cenderung untuk mendatangi para dukun atau bomoh, para ahli nujum, para cerdik pandai dalam urusan metafisik, walaupun pada hakikatnya apa yang mereka sampaikan itu senantiasa salah, seandainya betul juga ramalan itu maka itulah yang dikatakan kebetulan secara mengejut(suddenly).

Pepatah Arab mengatakan :

“Para ahli nujum itu merekalah pembohong, walaupun (ramalan) mereka “bertembung” dengan kebenaran”.

Karena tidaklah yang mengetahui perkara yang ghaib itu melainkan Allah swt. Orang-orang yang lurus imannya tidaklah akan mendatangi para dukun dan ahli nujum itu melainkan mereka yang telah rosak dan lemah keimanannya.


Sikap orang yang beriman terhadap perkara ghaib

Sebagai tanda sempurnya keimanan seorang hamba, maka dia berserah diri kepada tuhannya, dia tidak menjadikan hatinya sebagai permainan pada penilik nasib itu, mereka tidak gelisah dan mereka tidaklah khawatir akan nasib mereka, karena mereka meyakini diri ini milik-Nya, hari ini milik-Nya, dan yang akan mendatang juga milik-Nya. Dia bergembira karena ada yang menjamin hari-harinya, dia berbahagia karena ada yang menyayanginya, dia berpuas hati dengan kehidupannya karena dia menyadari hanya Allah swt yang mengetahui segalanya, maka diapun berkata sambil menyebut “seuntai” ayat tuhannya :

(وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا) (الأعراف : 89 )

“Pengetahuan Tuhan Kami meliputi segala sesuatu, kepada Allah sajalah kami bertawakkal”. (Q.S. Al-A’raf : 89)

Sikapnya ditengah masyarakat yang sibuk menilik nasibnya, sikapnya ditengah para rekan yang sibuk menghitung harinya, sikapnya ditengah para sahabat yang sibuk mencari bintangnya, sikapnya ditengah para kerabat yang sibuk mendatangi dukunnya. Bagaimana sikapnya? Bagaimana perangainya? Bagaimana akhlaknya? Bagaimana jalan yang ditempuh olehnya? Sikapnya seperti yang dijelaskan didalam firman berikut :

(فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُلْ حَسْبِيَ اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ) (التوبة : 129 )

“Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung". (Q.S. Al-Taubah : 129)


(قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ) (الملك : 29 )

“Katakanlah: "Dia-lah Allah yang Maha Penyayang Kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah Kami bertawakkal. kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata". (Q.S. Al-Mulk : 29)

Para ulama dari mazhab apapun bersepakat bahwa meyakini rasi bintang, tilik nasib apapun caranya adalah perbuatan syirik dan satu kemungkaran.



Wassalamualaikum wR wB


Masyhuri Masud
IIUM (MIRKH Quran Sunnah)

Wednesday, July 29, 2009

Terampil Memainkan Hidup

Assalamualaikum. wr.wb...


Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar

Hidup adalah Keterampilan, Ia akan memiliki makna apabila kita terampil
untuk memainkannya. Seseorang akan bisa menikmati perjalanan, apabila ia terampil mengendarai kendaraannya. Begitu pula, seseorang akan berbicara dengan baik apabila ia terampil memilih kata dan nada bicara yang tepat. Untuk terampil kita
membutuhkan dua hal, yaitu ilmu dan latihan. Siapa saja yang tidak mencintai
dua hal ini, maka ia celaka dan mencelakakan orang lain.

Masalah terbesar yang kita alami sekarang adalah tidak menguasai keterampilan untuk hidup.

Terkadang, untuk menentukan tujuan hidup pun kita masih kesulitan. Ketika punya tujuan, seringkali tujuan itu salah,ingin kaya, ingin terkenal, ingin memiliki jabatan tinggi, dan lainnya. Semua itu hanyalah tujuan yang sangat rendah nilainya. Karenanya, banyak diantara kita menghalalkan segala cara untuk meraihnya, walaupun harus melanggar nilai-nilai moral dan spiritual. Ia menggadaikan harga dirinya, karena cita-cita yang diinginkan rendah nilainya.

Jangankan untuk membangun bangsa, keterampilan untuk membangun cita-cita pun sangat sulit kita lakukan: apa yang hendak kita kerjakan hari ini dan besok lusa? Apa yang
ingin kita capai satu atau dua tahun kedepan? Semua itu merupakan pertanyaan
yang sama sekali tidak bisa kita jawab. Nyaris, kita berbuat tanpa tujuan yang
pasti. Padahal, keluarnya kita dari rumah akan memakan waktu. Sedangkan waktu
adalah kekayaan terbesar yang dimiliki manusia.

Lalu apa yang harus kita lakukan agar hidup kita lebih terarah dan bermakna? Hal
pertama, rumuskan tujuan dan cita-cita hidup. Kita tidak mungkin sukses dalam
hidup apabila tidak punya arah yang hendak dituju. Orang yang tahu bahwa kereta
akan berangkat jam delapan, pasti akan bersungguh mempersiapkan diri agar tidak
ketinggalan kereta. Hanya orang memiliki tujuan jelaslah yang akan memanfaatkan
waktunya untuk kemajuan, sehingga setiap detiknya akan terasa efektif dan
membawa kebaikan.

Keterampilan menentukan tujuan adalah langkah awal bagi orang yang akan sukses dalam
hidupnya. Mulai sekarang, buat rencana kedepan. Ingin apa saya dalam hidup?

Ingin kaya, ingin berpenghasilan tinggi supaya bisa menyantuni orang lain,
supaya bisa menolong orang yang membutuhkan? Buat target, berapa uang yang
harus kita keluarkan dalam sebulan untuk beshadaqah. Kita sering tidak menyesal
ketika tidak bershadaqah, tidak tahajud, tidak belajar, dan lainnya, karena
kita tidak punya target untuk mencapainya.

Kedua keterampilan menyusun rencana. Nyaris, kita tidak memiliki rencana dalam hidup.
Segala sesuatu ingin kita lakukan. Nonton Televisi, baca Koran, ngobrol,
bepergian, dan lainya sering tidak memakai perencanaan. Bayangkan, waktu yang
sangat berharga lobs begitu saja. Karena kita tidak punya target dan perencanaan.
Maka benar pepatah yangmengatakan. Gagal merencanakan, sama dengan merencanakan
kegagalan.

Kita sering tidak punya perencanaan harian, mingguan, atau bulanan, apalagi tahunan.

Oleh karena itu, kita jangan bersembunyi dibalik kata tawakal. Tawakal itu masalah
hati, Akal dan fisik kita punya urusan lain. Tawakal akan bermakna apabila kita
berusaha semaksimal mungkin untuk memeras pikiran dan mendayagunakan fisik.

Jangankan untuk mengarungi hidup yang demikian kompleks, untuk memasak telur dadar saja,kita membutukhkan proses dan tahapan yang harus benar urutannya. Bagaimana anak
kita akan mampu berbuat banyak dalam hidupnya, bila kita orangtuanya tidak
membantu mereka untuk menentukan jalan yang tepat dalam hidup.

Setiap aktifitas hidup harus didasarkan pada perencanan yang baik agar hasil yang
didapat bisa baik pula. Sebagai contoh dalam hal keuangan, belilah barang yang
benar-benar kita butuhkan dan akan membawa kebaikan dunia dan akhirat. Berusaha
semaksimal mungkin dalam merencanakan dan bekerja, perkara hasil itu ada dalam
genggaman Allah. Faidza azamta fatawakal alallah.

Ketiga,terampil untuk konsisten dan istiqomah. Kita menjadi lemah, salah satu sebabnya karena kita mudah sekali terpengaruh dan tidak memliki keteguhan memegang
prinsip. Semua ini berawal dari tidak adanya program yang jelas dalam hidup.
Hidup ini akan enak untuk dijalani apabila kita memiliki konsistensi.

Satu hal yang menyebabkan orang tidak konsisten adalah mudah tersinggung dan mudah sakit hati, semua ini akan memakan energi dan waktu. Setiap ucapan, hinaan, dan cacian harusnya membuat kita lebih dewasa dan bersemangat untuk secara konsisten membuat bukti, hingga mereka menyaksikan bahwa yang dituduhkannya tidak benar. Tidak ada yang bisa memungkiri adanya bukti. Kita harus hemat dari sakit hati, dari dongkol, dari ketersinggungan,dan bekerja keraslah untuk memberikan bukti. Apapun yang dituduhkan orang lain kepada kita, seharusnya membuat energi kita semakin bertambah agar bisa menghasilkan karya yang monumental.

Tampaknya kita harus mulai terampil untuk memperjelas tujuan dalam hidup dan memperjleas seperti apakah ridha Allah tersebut. Ridha Allah itu harus kita jabarkan dalam pekerjaan yang kongkrit, Ridha Allah itu ada dalam menolong orang tua,
membangun umat, menyebarkan ilmu yang berguna, sehingga hilang kebodohan
dikalangan umat. Terus buat teknik-teknik terbaik, bagaimana menolong tetangga
yang efektif, bagaimana cara yang terbaik untuk memajukan umat, dan lainnya.

Banyak hal yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Karenanya, kita harus semaksimal
mungkin untuk dapat mengendalikan hidup ini. Terampil bercita-cita, terampil
menyusun rencana, terampil untuk tetap konsisten dan tidak terpengaruh oleh
hal-hal kecil adalah kunci kesuksesan kita dalam memanfaatkan waktu yang
tersedia, kita harus menjadi orang yang mampu berpikir besar, dan berkarya
besar.

Wallhu a’lam.

Tuesday, July 28, 2009

Kitabullah wa sunnatiy

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamualaikum wR wB

Manusia apapun agama dan keturunannya secara sadar ataupun tidak dia sadari, mereka sangat menginginkan kebahagiaan dan kemakmuran. Bahkan manusia itu sangat khawatir dirinya celaka, rugi dan merana.

Dalam memenuhi hasrat umat manusia sebagai khalifa-Nya ini, maka Allah swt Yang Maha Bijak (al-Hakim), Maha Mengetahui (al-Alim), Maha Panyayang (al-Rahiim) itu, telah memerintahkan kita untuk berpegang kepada dua perkara saja, yaitu al-Quran dan sunnah nabi-Nya.

Sejak nabi Adam dan sayidatuna Hawa as diturunkan kemuka bumi, maka bemulalah episode baru dalam kehidupan anak umat manusia, episode kehidupan dunia yang dipenuhi dengan persaingan, persaingan antara yang hak dengan yang bathil dan pertarungan antara akal dengan hawa nafsu.

Manusia cenderung untuk mengikuti hawa nafsunya, karena begitulah diciptakan manusia menyukai perkara-perkara yang dapat menyenangkan dirinya walaupun “terkadang” dia menyadari jika perbuatannya itu hanya menghasilkan kesenangan berifat sementara dan bahkan terkadang dia juga menyaadri bahwa kesenangan yang diraihnya saat ini dapat menyebabkan kesengsaraan bagi kehidupan akhiratnya.

Demi melihat begitu lemahnya hamba yang bernama manusia itu dan jahilnya mereka ini, maka tidaklah cukup akal itu membimbing mereka kearah kejayaan ataupun kesuksesan. Karena akal itu ternyata memiliki kemampuan terbatas dan akal itu ternyata cenderung sering dikuasai oleh sang nafsu sehingga “cahaya mata” akal menjadi redup dan tidak dapat melihat jalan kebenaran dengan baik, dia terkadang tak ubahnya bagaikan seorang yang sedang mabuk, dia tidak dapat berdiri dengan tegak, dan tidak pula dia dapat bertutur dengan betul.

Apabila redup cahaya akalnya dan berkobar api nafsunya, maka mudahlah bagi pemangsa sang Iblis menerkam dan mengunyah keimanannya, jika musnah keimanannya sungguh binatang ternak itu lebih baik dari perangainya.

Allah swt berfirman didalam surah al-Araf ayat ke 179 seperti berikut :

(وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ) (الأعراف : 179 )

Yang bermaksud :

Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
(Q.S. Al-Araf : 179)

Agar supaya fungsi akal itu dapat sempurna, maka diberikanlah kepada manusia “sang khalifah” itu tiga perkara asas yang paling penting untuk keperluan akal fikirannya. Tiga perkara asas untuk menyempurnakan fungsi akal itu sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat diatas sebagai berikut :

Pertama : Hati.

Dengan hati ini, manusia dapat merasakan benar dan salahnya suatu perbuatan atau tindakan, dengan hati itu pula “sang khalifah” dapat menilai.
Hatinya dapat menerbitkan segala keinginan-keinginan ntah itu keinginan yang baik ataupun yang buruk. Dengan hatinya juga manusia dapat melihat sentuhan-sentuhan yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar, dengan hati itu pula insan dapat mendengar bisikan-bisikan yang tidak dapat didengan oleh telinga kasarnya.
Hatinya telah membentuk kejiwaannya dan kepribadiannya, jika baik hati itu maka baik pula kejiwaan ataupun kepribadiannya, namun, jika rusak hati itu maka hancur pula kejiwaan dan kepribadian “sang khalifah” itu.

Begitulah pentingnya peranan sang hati bagi keutuhan akal sang khalifah, bahkan pandangan Allah swt hati jugalah tempatnya.

Kedua : Mata.

Untuk membantu hati itu dapat menilai dengan betul dan supaya hati itu tidak tersilap langkah, maka sang khalifah diberikan kepadanya dua mata yang bagus, dan tidak ada mata yang lebih bagus dari kedua matanya.

Dua bola mata yang kecil itu diletakkan diatas sebuah wajah yang baik, maka sempurna pula wajah itu, senang semua orang melihat kearah wajah itu karena mata itu begitu indah mempesona orang yang memandang kearahnya.

Tugas mata itu tidak hanya untuk mempercantik seri wajah “sang khalifah”, akan tetapi itulah dua bola mata yang dapat melihat dunia yang luas, sehingga tidaklah sempit akal yang tersimpan didalam hati itu.

Ketiga : Telinga.

Dengan akal, manusia masih sering tertipu. Dengan mata, manusia masih sering tersilap mata. Maka satu lagi indera atau deria yang mutlak harus dimiliki oleh “sang khlifah” iaitu telinga.

Mata itu ternyata hanya dapat melihat objek sesuai menurut arah mana yang dia liat. Jika seseorang melihat seekor gajar dari sebelah hadapan, maka hati atau akal itu akan berkata “gajah itu berkepala besar dan berbelalai panjang” namun tatkala gajah itu diperhatikan dari belakang, maka sang akal atau hati berkata “Oh gajah itu ternyata tidak berkepala tetapi berekor kecil”. Demikianlah senangnya mata dan hati itu tertipu. Namun dengan telinga, dari arah manapun “sang “khalifah itu berdiri, bahkan tidaklah gajah itu ada dihadapannya ataupun dihadapannya jika gajah bersuara, maka taulah dia kalau itu suara gajah dan bukan suara badak ataupun kuda Nil.

Malangnya ketiga unsur asas ini tetap saja tertipu…

Padahal musuhnya hanya satu…

Iaitu sang nafsu.

Jika nafsu saja yang bermain didalam hatinya, pandangan dan pendengarannya, maka hilanglah kemuliaan “sang khalifah” itu. Walaupun binatang itu lebih “buruk rupa dan keadaannya” jika dibandingkan “sang khalifah”, namun lebih muliah mereka berbanding “sang khalifah” karena binatang sedianya diciptakan untuk memakan rumput dan tidak berlomba-lomba mengejar harta dunia, berbanding “sang khalifah” yang memiliki akal atau hati, namun hati itu tidak dapat membezakan yang hak dari yang bathil, mata itu tidak pernah melihat kebenaran, telinganya tidak pernah mendengar panggilan keimanan. Maka tentulah dalam keadaan seperti ini, manusia itu lebih celaka dari binatang-binatang pemakan rumput itu.

Demikianlah “sang khalifah” sarat dengan kekurangan namun menyombongkan diri (bangga diri), lemah tubuh badan dan akalnya namun menjadi pembangkang yang nyata, pendek umur dan usianya namun panjang angan-angannya, dekat malaikat maut kepadanya namun jauh keinsafan dari hatinya.

Maka Allah swt berpesan setelah diturunkan nabi Adam dan Hawa kemuka bumi, seperti yang dijelaskan didalam al-Quran sebagai berikut :

(قُلْنَا اهْبِطُواْ مِنْهَا جَمِيعاً فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ) (البقرة : 38 )

Yang bermaksud :

Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".(Q.S. Al-Baqarah : 38)

Apakah pesan Sang Pencipta itu? Apakah wasiat Yang Maha Bijak itu? Apakah nasehat Sang Maha Mengetahui itu?

“Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati"

Jika dia seorang penulis, maka pena dan kertas menjadi curahan hatinya, jika dia seorang nakhoda, maka kemudi menjadi juru selamatnya dan jika dia seorang ahli nujum, maka bintang gemintang menjadi sandarannya, dan jika semua mereka itu adalah “sang khalifah”, maka hanya al-Quran dan sunnah nabi sebagai penjaminnya dan pelipur laranya.

Begitu indahnya janji itu, begitu hebatnya janji itu, “sang khalifah” dijanjikan tidak ada kekhawatiran dan dijanjikan tidak bersedih hati selama bersama kedua.

Rasulullah saw bersabda :

عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خلفت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما كتاب الله وسنتي

Bermaksud :

Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara tidak akan kamu tersesat (celaka) setelah kamu berpegang dengan keduanya, kitab Allah (al-Quran) dan sunnahku. (H.R Daru Qutni dan Baihaqiy)

Padahal, perkara yang sangat tidak disukai oleh “sang khalifah” yaitu rasa khawatir dan bersedih hati. “Sang khalifah“ khawatir akan keselamatan dirinya, keselamatan anak isterinya dan usahanya, begitu juga sang khalifah sangat bersedih hati jika orang-orang telah menzaliminya.

Namun dengan berpegang teguh kepada kedua perkara tadi, Allah swt Sang Pencipta dan Yang Mengetahui itu telah menjamin, sekali lagi telah menjamin “tidak ada kekhawatiran” dan “tidak bersedih hati”.

Maka begitu jelas akan jaminan itu, dan inilah dia cita-cita yang hakiki yang ingin dituju oleh setiap insan, kebahagaiaan dan kemakmuran di dunia dan di akherat.
Maka begitu jelas akan jaminan itu , dan itulah kehancuran jika tidak “sang khalifah” berpegang kepada keduanya, celaka jiwa di dunia dan di akherat.

Maka begitu jelas akan jaminan itu, dan atas dasar apa lagi tidak hendak diri ini bersyukur atas segala nikmat petunjuk ini?!!!

Wassalamualaikum wR wB


Masyhuri Masud
IIUM (MIRKH Quran Sunnah)

AWALI PERSATUAN UMAT ISLAM DENGAN MELURUSKAN SHAF

Kontribusi dari Abu Alya


Perintah untuk memperbagus lurusnya shaf (barisan)

Dari Abû Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

أَحْسِنُوْا إِقَامَةَ الصُّفُوْفِ فِيْ الصَّلاَةِ

“Perbaguslah lurusnya shaf (barisan) ketika sholat” (HR Ahmad di dalam Musnad-nya dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albânî di dalam Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb : 499)

Bagaimana cara memperbagus lurusnya shaf?

Hadits Jâbir bin Samuroh Radhiyallâhu ‘anhu menjelaskan hal ini. Beliau berkata : “Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam keluar menemui kami dan berkata :

مَالِيْ أَرَاكُمْ رَافِعِي أَيْدِيْكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابَ خَيْلِ شُمُسٍ, أُسْكُنُوا فِيْ الصَّلاَةِ

“Aku tidak pernah melihat kalian mengangkat-angkat tangan kalian, seakan-akan seperti ekor kuda liar saja. Tenanglah kalian di dalam sholat (jangan bergerak).”

Jâbir berkata kembali : kemudian beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam keluar menemui kami (pada lain waktu) dan melihat kami sedang bergerombol, lantas beliau bersabda :

مَالِيْ أَرَاكُمْ عَزِيْنَ

“Aku tidak pernah melihat kalian bergerombol? !”

Jâbir melanjutkan : kemudian beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam keluar menemui kami sembari mengatakan :

أَلاَ تَصُفُّوْنَ كَمَا تَصُفُّ المَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا

“Kenapa kalian tidak berbaris sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka?”

Kami berkata : “Wahai Rasulullah, bagaimanakah berbarisnya Malaikat di hadapan Rabb mereka?”

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam menjawab :

يَتُمُّوْنَ الصُّفُوْفَ الأَوَّلِ وَيَتَرَاصَّوْنَ فِيْ الصَّفِّ

“Mereka menyempurnakan shaf/barisan yang paling awal sembari merapatkan barisannya.” (HR Muslim : 430)

Jadi, memperbagus shaf itu tidak akan terwujud melainkan dengan menyempurnakan dan merapatkan barisannya.

Mari kita amati realita yang ada di hadapan kita, yaitu kebesaran para tentara angkatan darat beserta pasukan dan kekuatannya dari aspek militer, begitu bagus dan teraturnya pola barisan mereka. Anda tidak dapati adanya kebengkokan maupun cela padanya. Jarak satu dengan lainnya teratur rapi, sungguh pemandangan yang sungguh indah. Coba Anda perhatikan, orang yang mengamatinya, mereka sangat interes dan terkagum-kagum dibuatnya.

Adapun di sekolahan, jangan Anda tanyakan bagaimana perhatian mereka yang begitu besar di dalam masalah meluruskan, merapikan dan mengatur barisan. Bukankah para pemakmur Masjid itu seharusnya adalah orang yang lebih utama di dalam memberikan perhatian di dalam mengatur shaf dan merapatkan barisan, sebagaimana malaikat berbaris di hadapan Rab mereka Subhânahu wa Ta’âlâ?!


Kita tidak akan masuk surga sampai kita meluruskan shaf

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah bersumpah, bahwa kita tidaklah dikatakan beriman, dan kita tidak akan bisa masuk surga sampai kita saling mencintai di jalan Alloh Ta’âlâ. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abû Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Demi Dzat yang jiwaku berada di genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidaklah dikatakan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling mencintai?! Sebarkanlah salam di tengah-tengah kalian.” (HR Muslim : 54)

Kecintaan ini tidak akan mudah jika tanpa merapatkan dan meluruskan shaf. Sebab Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa ketidaklurusan shaf di dalam sholat itu, memicu perselisihan hati.

Kesimpulannya adalah, bahwasanya keimanan, surga, kecintaan dan persatuan, kesemuanya ini tidak akan mudah diraih melainkan dengan meluruskan dan merapatkan shaf.

Perhatian kita terhadap segala sesuatu yang bersifat lahiriah tidak lain adalah bentuk ketaatan, apalagi masalah meluruskan shaf

Sungguh aneh kita ini, bagaimana kita bisa menaruh perhatian terhadap lahiriah perkara duniawi sedangkan kita tidak mau memperhatikan lahiriah urusan agama kita?! Saya tidak melihatnya melainkan hal ini berasal dari syaithan.

Saya tidak tahu apa yang akan mereka perbuat. Sekiranya ada nash-nash (dalil) yang mengharamkan untuk merapatkan dan meluruskan shaf, niscaya syaithan-syaithan dari golongan jin dan manusia akan berbondong-bondong untuk merapatkan shaf. Rapat dan lurusnya tidak akan pernah Anda lihat ada satupun yang menyamainya! Demikianlah keadaan mereka ini, Wallôhu a’lam. Jika tidak, lantas dimanakah segala sesuatu yang Alloh Ta’âlâ haramkan di dalam Kitab-Nya dan as-Sunnah, tidak Anda dapati di tengah-tengah manusia sebagai sesuatu yang lumrah dan dicintai?!

Lihatlah diri kita sendiri, bagaimana kita begitu mencintai lahiriah duniawi. Sungguh, kita akan lebih mencintai orang yang kaya walaupun ia seorang yang bodoh ketimbang kita mencintai orang yang fakir padahal ia berilmu! Kita lebih memilih berteman dengan orang yang kuat dan kita tinggalkan orang yang lemah!

Adakalanya, seorang manusia mau menginfakkan hartanya dalam jumlah besar hanya untuk suatu hal yang remeh supaya dikatakan : “Fulan telah berbuat ini dan itu”! Terkadang, orang yang bodoh dapat menyebabkan kita tertawa oleh sebab pakaiannya yang bagus, seorang penipu dapat mengelabui kita dengan tutur katanya yang manis dan seorang munafik dapat memikat kita dengan kepandaiannya bersilat lidah.

Adapula bentuk formalitas bagi para tamu dan pengunjung yang tidak boleh tidak, harus ada. Bagi yang menyelisihinya akan dicela dan dianggap aneh. Jika ada suatu kaum berada di majelis dan ada seseorang yang tidak berdiri (untuk menyambut dan menghormati mereka), mereka memprotes dan menghukumnya, sebab ia dianggap tidak menghormati dan menghargai mereka, dan mereka menganggapnya sebagai orang yang tidak faham etika bermasyarakat.

Jika dikatakan kepada mereka, “berjabat tangan dengan wanita asing dan wanita yang halal dinikahi (non mahram) adalah haram hukumnya.” Mereka menjawab, “hati-hati kami ini terjaga, bersih dan suci. Yang jadi patokan bukanlah masalah lahiriah seperti itu!” Namun, apabila ada seorang pemuda fakir yang bagus agama dan akhlaknya, bermaksud menikahi anak-anak puteri mereka, maka masalah lahiriyah menjadi patokan dengan begitu saja. Mereka tidak lagi butuh kepada bathin, harga diri dan kesucian hati pemuda itu. Yang penting, ia haruslah orang yang memiliki harta, jabatan dan kedudukan.

Apabila mereka diminta untuk merapatkan dan meluruskan shaf, mereka mengatakan, “yang menjadi ukuran adalah bathin, bukanlah dari faktor fisik.” Akan tetapi, keimanan mereka terhadap faktor fisik muncul ketika ada seseorang yang bermaksud meminang puteri mereka. Mereka akan menetapkan beberapa hal, mereka akan memasang tarif mahal untuk mahar, memperketat persyaratan, pakaian harus begini dan begitu, perabotan haruslah dengan harga yang selangit, pestanya haruslah meriah dan menarik sehingga mendapatkan pujian orang-orang dan tidak dicemooh!

Maka, dimanakah kebajikan bathin terhadap Tuhanmu dan keimananmu kepada-Nya tatkala Anda diseru untuk merapatkan shaf?! Dan dimanakah kekufuran mereka terhadap perkara-perkara fisik untuk meluruskan dan mengatur shaf? Ataukah ini merupakan hawa nafsu?! Semoga Alloh membinasakan hawa nafsu.

سُبْحَانَ رَبِّكَ كَيْفَ يَغْلَبُكَ الهَوَى سُبْحَانَهُ إِنَّ الهَوَى لَغَلُوْبُ

Maha Suci Rabb-mu bagaimana kamu sampai dikalahkan oleh nawa nafsumu

Maha Suci Diri-Nya sesungguhnya hawa nafsu itulah yang pasti akan terkalahkan

Apa seperti ini sikapmu wahai kaum? Perkara lahiriah yang Alloh kehendaki, cintai dan perintahkan, serta ia ancam orang yang meninggalkannya dengan malapetak dan bencana, namun Anda menjadikannya sebagai bahan senda gurau dan main-main?! Dan perkara-perkara lahiriah yang Alloh Subhânahu tidak izinkan, Anda malah menjadikannya sebagai syariat dan agama? Kejahatan apakah gerangan yang telah Anda lakukan, dan kesalahan apakah gerangan yang Anda perbuat?

Sungguh kami telah mengimani masalah meluruskan shaf ini dengan penuh keimanan. Hanya saja keimanan ini ada di luar masjid, bukan di dalamnya. Tidakkah anda melihat bersamaku bagaimana lurusnya barisan tentara dan di sekolah?!

Di sini ada yang mengatakan, “sesungguhnya, keteraturan barisan (di ketentaraan dan sekolahan) merupakan bentuk simbol kekuatan, ketertiban, ketaatan dan kemajuan! Namun keteraturan barisan di masjid hanyalah sebuah bentuk lahiriah belaka, masalah kulit yang remeh, yang tidak berguna dan tidak berfaidah!”

Untuk menyelesaikan urusan muamalah kita di kantor dan yayasan secara cepat, dan supaya terhindar dari problematika dan perselisihan, memang harus ada suatu peraturan dan keseragaman. Adapun perlunya kita mengimplementasikan hal ini di dalam Masjid, adalah untuk menghindarkan kita dari perpecahan dan perselisihan, yang mana hal ini sudah tidak perlu lagi ditanyakan, baik kepada orang yang lupa atau orang yang masa bodoh. Karena Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah menjanjikan hal ini.

Tidak meluruskan shaf akan menyebabkan perselisihan hati

Dari Abû Mas’ûd Radhiyallâhu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

اسْتَوُوْا وَلاَ تَخْتَلِفُوْا فَتَخْتَلِفُوْا قُلُوْبَكُمْ

“Luruskanlah shaf dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan hati kalian akan berselisih.” (HR Muslim : 432)

Kalimat pertama dalam hadits, yaitu “luruskanlah”, merupakan bentuk kalimat imperatif (perintah), dan kalimat imperatif itu menunjukkan kewajiban sampai ada qorînah (indikasi) lain yang memalingkan kewajibannya. Sedangkan indikasi yang menunjukkan kewajibannya ada banyak, diantaranya adalah hadits sebelumnya yang berbunyi : “Perbaguslah lurusnya shaf (barisan) ketika sholat.”

Diantaranya juga adalah penggalan hadits yang Anda lihat di atas, yaitu hadits yang melarang perselisihan, sebagaimana dalam sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam : “dan janganlah kalian berselisih”. Kalimat negasi/larangan menunjukkan keharamannya sampai ada indikasi yang memalingkannya. Dalam hadits ini, terhimpun kalimat perintah dan larangan sekaligus, yang mana satu dengan lainnya merupakan indikasi yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya.

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan untuk meluruskan shaf dan memperingatkan dari tidak mematuhi perintahnya. Karena hal ini akan memicu perselisihan, sebagaimana di dalam hadits :

أَقِيْمُوْا صُفُوْفَكُمْ فَوَاللهِ لَتُقِيْمَنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ

“Luruskan shaf-shaf kalian. Dan demi Alloh, luruskanlah shaf-shaf kalian, atau jika tidak niscaya Alloh akan menjadikan hati kalian saling berseteru.” (Shahîh Sunan Abu Dâwud : 616)

Di dalam riwayat hadits yang lain :

أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ

“atau Alloh akan menjadikan wajah-wajah kalian saling bertikai.”

Huruf fa’ (فَ) pada hadits kata takhtalifu (تَخْتَلِفُ) disebut dengan Fa` as-Sababiyah (yang menunjukkan sebab), sehingga makna hadits menjadi : perselisihan lurusnya shaf (tidak lurusnya shaf) di dalam sholat merupakan sebab berselisihnya hati.

Lantas, betapa lancangnya seseorang yang berkata bahwa meluruskan shaf dan hadits yang membicarakan tentangnya akan memecah belah umat! Apakah mereka berada di dalam keraguan tentang hal ini?! Padahal Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah bersumpah kepada mereka dan beliau adalah orang yang jujur lagi dibenarkan, adakah kamu melihat mereka membenarkannya?

Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah menegaskan hal ini dengan banyak penekanan di dalam nash hadits di atas dan selainnya, diantaranya adalah adanya Lâm dan Nûn Taukîd ats-Tsaqîlah (huruf lam dan nun yang berfungsi superlatif) di dalam dua kata : tuqîm (luruskanlah) dan yukholif (memalingkan) , kemudian meng-‘athaf-kan (mengikutkan) taukîd (penegasan) dengan taukîd (penegasan), akan tetapi mereka pergi berlalu dengan mengabaikannya begitu saja. Bagaimana bisa mereka berijtihad padahal nash (dalil)-nya ada?!

Perkaranya tidak berhenti sampai di sini saja, bahkan ijtihad mereka sampai merubah pemahaman yang benar lagi jelas. Padahal sesungguhnya, orang yang paling rendah pengetahuannya tentang fikih dan Bahasa Arab saja, sekiranya dia membaca hadits-hadits yang membicarakan masalah meluruskan shaf, niscaya dia akan dapat memahami bahwa tidak merapatkan dan meluruskan shaf, akan memicu perselisihan dan perpecahan hati.

Dari manakah mereka mendatangkan ijtihad seperti ini, yaitu mereka melarang dan mencegah, serta memerintahkan orang-orang untuk meninggalkan hadits yang berbicara tentang masalah meluruskan shaf supaya dapat mempersatukan hati?

Perselisihan ini tidaklah terlewatkan begitu saja dari perhatian Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam dan hal ini tidak layak bagi beliau, bahkan beliau ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâm adalah orang yang lebih mendahului kita di dalam memahami dan mengetahui hal ini, sebab “ucapan beliau tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS an-Najm : 4)

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam telah menyebutkan perselisihan ummatnya di dalam banyak nash/teks hadits dengan lafazh yang bervariasi. Diantaranya sabda beliau : “niscaya hati kalian akan berselisih”, “atau Alloh akan menjadikan hati-hati kalian saling berselisih”, “atau Alloh akan menjadikan wajah-wajah kalian saling berselisih.”[2]

Kendati Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam mengetahui masalah perselisihan dan faktor penyebabnya serta beliau membencinya, beliau tidak mau berpaling dari perkara meluruskan shaf, agar kaum muslimin terbebas dari perdebatan dan perselisihan di dalamnya, kemudian agar mereka dapat menjaga diri dari perpecahan hati yang merupakan akibat dari perselisihan!

Kesemua hal ini, tidak beliau puji dan beliau tolak sedikitpun. Nabi ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâm adalah orang yang lebih mengetahui tentang kemaslahatan umat daripada kita, beliau lebih faham tentang mana yang urgen dan lebih diprioritaskan. Namun beliau tidak pernah alpa memperingatkan dari perselisihan yang timbul dari tidak lurusnya shaf. Yang ditetapkan, bahwa beliau tidak pernah meninggalkan masalah meluruskan shaf, tidak pernah ketinggalan untuk melakukannya dan tidak pernah berhenti memperbincangkannya .

Adapun orang yang berpandangan bahwa solusi yang benar adalah tidak meributkan masalah meluruskan shaf atau pembahasan yang semisal dengannya, namun yang utama adalah membincangkan masalah perjuangan memerangi musuh dan memerangi kejahatan dan kebiadaban mereka dengan berbagai bentuknya –dan kami tidaklah bermaksud meremehkan masalah ini-, maka keadaan orang ini adalah seperti orang yang beranggapan bahwa sholat itu lebih urgen ketimbang puasa dan selainnya, lantas ia mengingkari orang yang memperbincangkan masalah urgensi puasa, haramnya berinteraksi dengan riba, atau semisalnya, dengan alasan bahwa manusia saat ini banyak yang menyia-nyiakan dan melalaikan sholat.

Ini merupakan kesalahan yang besar, karena kewajiban itu ada banyak, bermacam-macam dan beraneka ragam. Seorang muslim dituntut untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Tidak boleh bagi kita mengabaikan sebagiannya dan mengamalkan sebagiannya. Membenahi aqidah itu wajib, jihad di jalan Alloh juga wajib. Berdakwah itu wajib dan mewaspadai sepak terjang musuh juga wajib. Memerangi ghibah dan namimah adalah wajib, berbakti kepada orang tua dan meluruskan shaf juga merupakan perkara yang wajib.

Lantas, bagaimana mungkin kita bisa berjihad, menjaga dan membela agama sedangkan kita dalam keadaan berpecah belah dan bertikai satu sama lainnya?!

Mari kita perhatikan perselisihan dan pertikaian yang telah menjangkiti umat, sampai-sampai saudara kita para mujahidin –kendati sedikit dan jarang-, mereka juga saling berpecah belah dan berselisih.

Jangan kamu lupakan pula, bahwa syaithan yang menggerakkan penganut madzhab yang membinasakan, adalah syaithan atau sejenisnya yang tinggal di sela-sela barisan dan berdiri diantara celah barisan/shaf kaum muslimin. Mereka membuat hati menjadi saling berselisih dan jauh antara satu dengan lainnya agar senantiasa tidak dapat bersatu, agar kaum muslimin tidak mampu memberantas madzhab-madzhab yang menyimpang dan keyakinan-keyakinan yang menyeleweng. Hal ini disebabkan syaithan itu tahu bahwa meluruskan shaf dapat mempersatukan hati dan wajah. Apabila kaum muslimin telah bersatu dan saling mencintai, maka syaithan dari bangsa jin dan manusia sudah tidak memiliki kemampuan lagi (untuk memporakporandakan kaum muslimin), dan inilah yang diperkirakan dan ditakuti syaithan bakal terjadi.

Tidak meluruskan shaf akan menyebabkan kehancuran umat

Telah jelas bagi kita dari paparan hadits Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam sebelumnya yang tidak meninggalkan keraguan sedikitpun, bahwa ketidaklurusan shaf akan menyebabkan perselisihan yang nantinya dapat memicu kelemahan, kehancuran dan hilangnya kekuatan dan potensi umat. Tentang hal ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kamu saling berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu.” (QS al-Anfâl : 46)

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian berselisih. Karena umat sebelum kalian, mereka berselisih dan menjadi hancur.” (HR Bukhârî : 2410)

Dari perpaduan kedua nash di atas, maknanya menjadi : Luruskan shaf kalian dan jangan berselisih, yang nantinya akan menyebabkan kalian menjadi hancur, lemah dan hilang kekuatan kalian.

Adakah kita menginginkan kehancuran yang lebih besar daripada ini? Ataukah menanti kelemahan yang lebih dahsyat? Kita saat ini sedang dikerumuni oleh umat-umat selain Islam, sebagaimana mereka mengerumuni makanan di atas wadahnya. Inilah keadaan negeri kita yang dijajah, musuh-musuh Islam dengan tamaknya mengeksploitasi negeri kita tanpa sisa, kita hanya bisa termenung tanpa memiliki kemampuan dan kekuatan di antara umat yang ada. Tidak satupun yang kita dengar melainkan hanya keluhan dan rintihan untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan dari serangan musuh. Kita sendiri telah menjadi bergolong-golongan dan berkelompok- kelompok. “dan setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.” (QS al-Mu`minûn : 53)

Hati pun telah tercerai berai dan jihad telah ditinggalkan. Seakan-akan tidaklah tersisa bagi kita melainkan hanya sekedar perbincangan tentangnya belaka. Sampai kapan gerangan kita selalu berada di dalam perpecahan, perselisihan dan kehampaan seperti ini?! Adapun sekarang, tiba saatnya hati kita senantiasa khusyu’ di dalam mengingat Alloh dan mempelajari agama kita! Adapun sekarang, wahai manusia pilihan dan terbaik, tiba saatnya kalian saling bersatu dan mencintai! Marilah kita terima masalah meluruskan shaf ini. Sebagai permulaan untuk mempersatukan hati kita dengan izin Alloh.

Aduhai, betapa bahayanya bersatu dengan syaithan, baik dari bangsa jin maupun manusia!


--------------------------------------------------------------------------------
[1] Disarikan dari risalah Taswiyatu ash-Shufûf wa Atsaruhâ fî Hayâtil Ummah karya Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awâyisyah (Dâr Ibnu Hazm, cet 1, 1423)
[2] Di dalam an-Nihâyah, dikatakan : “maksudnya adalah setiap orang yang memalingkan wajahnya dari orang lain, akan menyebabkan terjadinya sikap saling membenci. Karena menghadapkan wajah dengan wajah itu berdampak terhadap rasa kasih sayang dan persatuan.”






http://abu-salma. co.cc/

Saturday, July 25, 2009

MALU

Bismillahirrahmanirrahiim,

Assalamualaikum wR wB.

SUBHANALLAH !!!

Rasulullah saw bersabda :

عن عمران بن حصين ، يحدث عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : " الحياء لا يأتي إلا بخير ".

Maksudnya :

Daripada Umran bin Hushain ra, belaiu menceritakan daripara rasulullah saw bahwa beliau bersabda :
“(Sifat) malu tidak datang kepadanya melainkan kebaikan”.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Malu merupakan sifat semula jadi atau fitrah manusia, tanpa malu maka tidaklah manusia itu dikatakan manusia. Bahkan perasaan malu itu juga yang telah memuliakan manusia sehingga dia dapat menepati kemanusiaannya.

Ketika nabi abuna Adam dan ummuna Hawa (alaihimassalam) dikeluarkan dari surga Allah swt dengan tanpa sehelai benangpun yang melekat dikulit mereka, maka mereka sambil menangis tersedu sedan sambil menutupi tubuh-tubuh mereka dengan daun-daun kayu surga, mereka menangis malu kepada Allah swt dan malu melihat keadaan masing-masing yang tidak berpakaian. Padahal pada saat itu tidak ada orang laing selain mereka berdua.

Pada saat ini perasaan malu sudah semakin jarang kita jumpai dari kehidupan masyarakat kita. Semua orang inginkan rasa malu itu dihilangkan dari diri masing-masing walaupun pada hakikatnya “sifat” itu merupakan “titisan” Allah swt agar umat manusia hidup menjadi cantik, indah dan harmonis.

Didalam kitab “Sejarah Pemikiran” dijelaskan bahwa pemuka-pemuka Yahudi -yang senantiasa menaruh hasad dengki terhadap umat nabi Muhammad saw- berpendapat, perasaan malu merupakan penyakit yang harus disembuhkan, dalam artikata yang lain orang yang pemalu sedang mengalami gangguan kejiwaan. Propaganda jahat ini dibesar-besarkan sehingga maysarakat dan para orang tua merasa khawatir dengan keadaan mereka dan anak-anak mereka yang tidak berani bertegursapa dengan lawan jenis.

Untuk –kononnya- menghilangkan atau menyembuhkan “sakit jiwa” tadi maka Yahudi yang hasad itu mendirikan sekolah-sekolah yang kononnya mendidik anak-anak untuk dapat mengatasi perasaan malu dari diri masing-masing. Diantara aktifitas-aktifitas yang dilakukan disekolah tersebut digambarkan sebagai berikut : “pengobatan” dimulai dengan sebuah permainan, murid-murid ditutup mata mereka dengan sehelai kain, kemudian murid laki-laki yang telah ditutup mata itu diminta untuk meraba tubuh murid perempuan, main raba-raba ini dimulai dari meraba bagian kepala hinggalah kekaki sambil menyebut nama apa yang diraba, demikian pula sebaliknya perempuan meraba tubuh murid lelaki, dengan menyebut nama apa yang diraba. Dari permainan ini, tentulah saudara dapat bayangkan, betapa menyeronokkan permainan “bullshit” ini bukan? Hasil dari permainan tutup mata dan meraba-raba ini sangat mujarab, anak-anak yang tadinya malu untuk bertegursapa dengan lawan jenisnya kini jadi berani bertegursapa, jadi berani dating, jadi berani keluar malam bersama. Selanjutnya para wanita yang tadi tertutup auratnya dan karena besar “rasa” malunya namun kini, mereka sangat terbuka, terbuka segala-galanya.

Hasil akhir dari permainan tadi dapat kita rasakan hari ini seperti didesignnya pakaian You Can See, pakaian renang, sekolah-sekolah, drama-drama, cari bakat, AF, pilih kasih, gang stars, idol-idol dan berbagai program-program yang melibatkan antara lelaki dan perempuan bercampur yang ujung-ujungnya membuahkan istilah free sex, semua itu bukan satu perkara yang memalukan lagi. Bahkan dikatakan tidak modern kalau tidak ada boyfriend ataupun girlfriend. Bahkan di barat kini sudah membekalkan satu “condom” untuk anak-anak mereka yang mula berkenalan dengan lawan jenis. Ini disebut sebagai “Human Right” juga ya?!!!

Padahal “malu” adalah mahkota terindah yang semestinya wajib dijaga oleh setiap manusia yang “berakal”. Tanpa rasa malu maka hancurlah manusia dan kemanusiaan yang memegang amanah yang tertinggi sebagai ”Khalifah Allah” atau wakil Allah swt di muka bumi.

Allah swt berfirman didalam surah al-Nur ayat ke 30 -31 :

(قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ) (النور : 30 ) (وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ) (النور : 31 )

Maksudnya :

“Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki Yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; Sesungguhnya Allah amat mendalam pengetahuannya tentang apa Yang mereka kerjakan. Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya”. (Q.S. Al-Nur : 30 -31)

Kalau kita hendak mengamati dan merenungkan, cukuplah kita katakan bahwa segala perbuatan biadab, keji ataupun berbagai ragam maksiat yang ada ditengah-tengah masyarakat saat ini bermula dari tipisnya atau hilangnya rasa malu itu. Maka Rasulullah saw telah berpesan kepada umat ini agar senantiasa menjaga perasaan malu itu serta menyuburkankannya didalam sanubari setiap insan, karena yang demikian itulah kedamaian, kebahagiaan, keindahan, keharmonisan hidup antara sesama insan bahkan antara sesama makhluk Allah swt akan terlaksana.

Rasulullah saw bersabda :

عن أبي مسعود ، قال النبي صلى الله عليه وسلم : " إن مما أدرك الناس من كلام النبوة ، إذا لم تستحي فاصنع ما شئت "

Yang bermaksud :

Daripada Abu Masud, Rasulullah saw telah bersabda : Sesungguhnya dari apa-apa yang diketahui oleh manusia dari perkataan para nabi, JIKA KAMU TIDAK MALU MAKA LAKUKAN APA YANG KAMU MAU”. (HR. Bukhari)

Didalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda :

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " دعه ، فإن الحياء من"

Maksudnya :

Daripada Abdullah bin Umar ra, Rasulullah saw telah bersabda :
“Biarkan dia, karena sesungguhnya malu itu sebagian dari Iman”.
(HR. Bukhari)

Hadis ini menggambarkan bahwa tidak sempurna keimanan ini, jika tidak ada rasa malu pada diri insan yang beriman. Dalam arti kata yang lain hendaklah seorang yang beriman itu memiliki rasa malu yang dengan perasaan malu itu menjadi sempurnanya iman.

Mari kita ambil sebuah permisalan, disana ada saudara kita gemar meminum arak, disana ada saudara kita yang gemar memaki hamun, disana lagi ada yang gemar berjudi, makan riba, makan rasuah (sogok), berbohong, berzina, membunuh, tidak solat dan berbagai ragam maksiat lainnya.

Anda, ya anda dan bukan orang lain, sekali lagi yang saya maksud adalah anda sendiri.
Jika anda melihat perbuatan diatas dilakukan oleh seorang yang bergama Islam, maka apa yang anda rasakan? Perasaan apa yang terbit disanubarimu? Tentu anda akan merasakan marah bukan? Anda akan merasa dipermainkan bukan? Saya juga yakin anda akan mengatakan “TIDAK MALU” atau anda akan mengatakan “DIA TIDAK LAYAK JADI ORANG YANG BERIMAN”. Maka benarlah bahwa malu itu menunjukkan ciri-ciri keimanan, dalam artian lain tidak ada malu tidaklah beriman.

Untuk ini, malu itu indah, untuk ini, malu itu anugerah, untuk ini, malu itu rahmah, untuk ini, malu itu maruah, untuk ini, malu itu semaikanlah, untuk ini, malu itu jagalah, untuk ini, malu itu suburkanlah. Dengan yang demikian itu berbahagialah, isnya Allah.

Wassalamu’alaikum wR wB


Masyhuri Masud
IIUM (MIRKH Quran Sunnah)

Antara Keutamaan Surah al-Baqarah

Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalamualaikum wR wB

SUBHANALLAH!!!

Setiap insan inginkan keselamatan, kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan, berbagai cara yang dilakukan oleh anak manusia untuk mencapai cita-cita “sebenar” kehidupan itu.

Diantara faktor-faktor untuk mencapai “matlamat” tadi, yaitu menusia berusaha untuk menghindarkan diri sendiri, keluarga, tempat tinggal ataupun tempat kerja dari gangguan Jin.

Untuk maksud yang demikian itu, segala mantera, azimat, poster ayat-ayat mahupun hadis-hadis laris dijual.

Yang pasti syaitan dan Jin kafir sangat berkeinginan untuk selalu mengganggu ketentraman anak cucu nabi Adam as. Oleh yang demikian itulah, nabi Muhammad saw telah mengajarkan kita untuk membaca surah al-Baqarah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Muslim didalam sahihnya seperti berikut :

عن أبي هريرة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قال : " لا تجعلوا بيوتكم مقابر ، إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة "

Bermaksud :

Daripada Abu Hurairah ra : Bahawa Rasulullah saw telah bersabda : “Janganlah kalian jadikan rumah-rumahmu bagaikan kuburan-kuburan, sesungguhnya Syaithan meninggalkan rumah yang dibacakan padanya surah al-Baqarah”. (H.R. Muslim)

Penjelasan :

Berdasarkan kepada hadis diatas, jelaslah keutamaan surah al-Baqarah dan manfaat yang ada padanya. Demikianlah mukjizat yang telah Rasulullah saw pusakakan kepada umatnya kaum muslimin keseluruhan.

Hadis diatas menjelaskan bahawa “rumah yang dibacakan padanya surah al-Baqarah”. Ini membersitkan makna seperti berikut : Jika didalam rumah tersebut ada yang membaca al-Quran terutama surah al-Baqarah, maka syaithan atau jin kafir tidak akan selesa duduk didalam rumah yang penghuninya membaca al-Quran terutama surah al-Baqarah, dengan demikian mereka akan meninggalkan rumah tersebut.

Ingin agar Jin ataupun syaithan meninggalkan rumah, maka bacalah surah al-Baqarah dan bukan dengan cara membeli poster surat al-Baqarah kemudian dilekatkan didinding rumah.

Pesan :

Pertama : Sesungguhnya ayat-ayat al-Quran benar-benar sebuah mukjizat yang Allah swt sampaikan kepada Rasulullah saw.

Kedua : Hendaklah beramal dengan ayat-ayat al-Quran sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat yang mulia dan bukan seperti yang diajarkan oleh orang-orang selain mereka.

Ketiga : Kepentingan membaca al-Quran dan mempelajari serta mentadabburinya, merupakan porsi utama dalam kehidupan bagi mereka yang beragama Islam.


Wassalamualaikum wR wB



Masyhuri Masud
IIUM (MIRKH Quran Sunnah)

Thursday, July 23, 2009

10 Prinsip Untuk Meraih Ilmu

Kontribusi dari Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri

Muqaddimah Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi

بسم الله الرحمن الرحيم

Muqaddimah

Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه وبعد :

Saudaraku fillah ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri telah menunjukkan kepadaku buah penanya tentang prinsip-prinsip yang selayaknya dijalani oleh para penuntut ilmu.

Sungguh aku melihat tulisan tersebut sebagai karya yang istimewa. Dia telah mendapatkan taufiq untuk mengumpulkan prinsip-prinsip yang dibutuhkan oleh penuntut ilmu, diiringi dengan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.

Kesimpulannya, penulis telah melakukan suatu yang bagus dan memberikan faidah. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, dan semoga Allah membanyakkan yang semisal ini.
Aku memberikan semangat kepada para penuntut ilmu untuk menghafal dan memperhatikan prinsip-prinsip ini. Wabillahit Taufiq.

Ahmad bin Yahya An-Najmi
27-4-1421 H

* * *

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد :

Tulisan ini merupakan penjelasan ringkas tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Saya wasiatkan dan saya ingatkan diriku dan saudara-saudaraku sekalian dengannya, karena sesungguhnya seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi dan ingin menuai hasilnya maka harus ada 10 prinsip :

Pertama : Meminta Tolong Kepada Allah

Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali dari Allah. Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Allah pasti akan menolongnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan dorongan untuk berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah befirman :

إياك نعبد وإياك نستعين )

Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan. [Al-Fatihah]

Allah juga berfirman :

(ومن يتوكل على الله فهو حسبة ) [ الطلاق :3]

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia yang akan menjadi sebagai pencukupnya.” [Ath-Thalaq : 3]

Allah juga berfirman :

( وعلي الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين ) ]المائدة :23[

"dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian memang kaum mukminin."

Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :

لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير ، تغدو خماصاً ، وتروح بطاناً

"Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang." [1]

Sebesar-besar rizki adalah : ilmu.

Nabi kita Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Rabbnya dalam segala urusan beliau. Dalam doa keluar rumah yang sah dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut. Beliau berdo’a :

بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله

“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.” [2]

Kedua : Niat yang baik

Seseorang niatnya harus karena Allah ‘Azza wa Jalla dalam menuntut ilmu. Bukan menginginkan didengar (orang lain) atau pun ingin terkenal, tidak pula karena kepentingan-kepentingan duniawi. Barangsiapa yang menjadikan niatkan hanya karena Allah, maka Allah akan memberikan taufiq padanya serta memberikan pahala atas amalannya tersebut. karena (menuntut) ilmu adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang terbesar.

Suatu amalan, seorang hamba tidak akan diberi pahala atas amalan tersebut, kecuali apabila dia mengikhlashkan karena Allah, dan mengikuti Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

( إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون ) [ النحل :128[

"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan." [An-Nahl : 128]

Ketaqwaan yang terbesar adalah mengikhlashkan niat karena Allah. Adapun orang yang riya’ dalam menuntut ilmu, disamping dia rugi di dunia, dia juga akan diadzab di Hari Akhir. Sebagaimana dalam hadits yang menjelaskan tentang 3 orang yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Salah satu dari tiga orang tersebut adalah seorang penuntut ilmu, yang mencari ilmu agar dirinya dikatakan sebagai orang ‘alim (berilmu), dan dia telah dikatakan demikian. [3]

Ketiga : Merendah Kepada Allah dan Memohon Kepada-Nya Taufiq dan Ketepatan
Serta meminta kepada Rabbnya tambahan dalam menuntut ilmu. Seorang hamba itu faqir, sangat butuh kepada Allah. Dan Allah Ta’ala telah memberikan motivasi hamba-hamba-Nya untuk meminta dan merendah kepada-Nya. Allah berfirman :

( ادعوني أستجب لكم ) [ غافر :60[

"Berdo'alah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan untuk kalian." [Ghafir : 60]
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

( ينزل ربنا كل ليلة إلي سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر ، فيقول : من يدعوني فأستجب له ، من يسألني فأعطية ، ومن يستغفرني فأغفر له)

“Rabb kita tiap malam turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, seraya berkata : ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri dia, dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni dia.” [4]

Allah ‘Azza wa Jalla juga telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon kepada-Nya tambahan ilmu. Allah berfirman :

( وقل رب زدني علما ) [ طه : 114]

Dan katakanlah (dalam doamu) Wahai Rabbku, tambahkan untukku ilmu. [Thaha : 114]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman mengisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alahis salam :

( رب هب لي حكما وألحقني بالصالحين ) [ الشعراء : 83]

(Ibrahim berdoa) : “Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalihin.” [Asy-Syu'ara : 83]
Hikmah di sini yang dimaksud adalah ilmu. Sebagaimana sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa
Sallam :

إذا اجتهد الحاكم … الحديث

Apabila seorang hakim (berilmu) telah berijtihad … [5]
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendo’kan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu agar diberi kekuatan hafalan. [6] Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga mendo’akan shahabat Ibnu ‘Abbas agar diberi karunia ilmu. beliau berdo’a :

اللهم فقهه في الدين ، وعلمه التأويل

Ya Allah, jadikan ia faqih (berilmu) tentang agama, dan ajarkanlah padanya ilmu tafsir.” [7]

Allah pun mengabulkan doa beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu tidaklah beliau mendengar satu hadits/ilmu kecuali beliau menghafalnya. Dan jadilah Ibnu ‘Abbas Radhiyallah ‘anhuma sebagai hibrul ummah dan turjumanul qur`an (gelar bagi shahabat Ibnu ‘Abbas karena keilmuannya yang sangat luas dan pemahamannya yang sangat mendalam terhadap tafsir Al-Qur’an).

Para ‘ulama pun senantiasa berjalan di atas prinsip ini. Inilah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau menuju ke masjid, kemudian sujud kepada Allah dan meminta kepada-Nya dengan mengatakan : “Wahai Dzat yang telah mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku. Wahai Dzat yang telah memberikan pemahaman kepada Nabi Sulaiman, pahamkanlah aku.”

Maka Allah pun mengabulkan doa beliau. Sampai-sampai Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan : “Sungguh Allah telah mengumpulkan ilmu untuknya, sampai seakan-akan ilmu tersebut berada di antara kedua matanya, yang bisa beliau ambil sekehendak beliau.”

Keempat : Kebaikan Hati

Hati merupakan wadah bagi ilmu. apabila wadah tersebut bagus, maka bisa melindung dan menjaga sesuatu yang ada di dalamnya. Namun apabila wadanya rusak, maka sesuatu yang ada di dalamnya bisa hilang.

Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menjadikan hati sebagai dasar bagi segala sesuatu. Beliau bersabda :

ألا وإن في الجسد مضغه ، إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب

“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun jika jelek, maka jasad seluruhnya pun jelek. Ketahulah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati.” [8]
Kebaikan hati akan terwujud dengan ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta merenungkan makhluk-makhluk dan ayat-ayat-Nya.

Kebaikan hati juga akan terwujud dengan merenungkan Al-Qur`anul ‘Azhim. Demikian juga kebiakan hati akan terwujud dengan banyak sujud dan shalat malam.

Hendaknya seseorang menjauh/menghindarkan dari perusak-perusak dan penyakit-penyakit hati. Perusak dan penyakit tersebut apabila ada dalam hati, maka hati tersebut tidak akan mampu membawa ilmu, kalau pun bisa membawanya namun ia tidak akan memahaminya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik yang sakit hatinya,

Mereka punya hati namun mereka tidak bisa memahaminya. [Al-A'raf : 179]

Penyakit-penyakit hati, terbagi dua : syahwat dan syubhat.

Syahwat, seperti cinta dunia dan berbagai kelezatannya, serta menyibukkan diri denganya, senang kepada gambar-gambar yang haram, suka mendengarkan sesuatu yang diharamkan berupa suara musik atau lagu, dan juga melihat sesuatu yang haram.
Syubhat, seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, amal-amal yang bid’ah, menisbahkan diri pada berbagai paham pemikiran bid’ah yang menyimpang dan menyelisihi manhaj salaf.

Termasuk penyakit hati yang bisa menghalangi dari ilmu adalah, hasad khianat, dan sombong.

Termasuk perusak hati juga adalah kebanyakan tidur, banyak bicara, dan banyak makan.
Maka hendaknya dihindarkan penyakit-penyakit dan perusak-perusak kebaikan hati di atas.

Kelima : Kecerdasan

Kecerdasan itu ada yang alami, ada pula yang muktasab (bisa diupayakan). Apabila seseorang memang cerdas, maka dia harus semakin menguatkannya. Kalau tidak, maka dia
harus menampa diri agar bisa meraih kecerdasan tersebut.

Kecerdasan merupakan di antara sebab kuat yang menunjang dalam pengumpulan ilmu, memahami, dan menghafalnya, serta membedakan antara berbagai masalah, memadukan dalil-dalil, dan sebagainya.

Keenam : Antusias Mengumpulkan Ilmu merupakan sebab untuk bisa memperolehnya dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala terhadapnya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

( إن الله مع الذين اتقوا والذين هو محسنون ) [ النحل : 128]

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” [An-Nahl : 128]

Seseorang apabila dia tahu tentang nilai penting sesuatu, maka ia akan antusias untuk meraihnya. Sedangkan ilmu merupakan suatu terbesar yang semestinya diraih oleh seseorang.

Maka wajib atas penuntut ilmu : Antusias yang kuat untuk menghafal dan memahami ilmu, duduk bersama para ‘ulama dan talaqqi ilmu langsung dari mereka, semangat untuk banyak membaca, menyibukkan umur dan waktunya (untuk ilmu), dan sangat perhitungan terhadap waktunya.

Ketujuh : Keseriusan, Kesungguhan, dan Kontiunitas dalam Meraih Ilmu
Menjauh dari kemalasan dan kelemahan. Mujahadatun Nafs (memerangi diri sendiri) dan memerangi syaithan. Jiwa dan Syaithan merupakan dua penghalang amalan menuntut ilmu.
Di antara sebab yang membantu membangkitkan kesungguhan dalam menuntut ilmu adalah : Membaca biografi-biografi para ‘ulama, tentang kesabaran, kekokohan menanggung beban/resiko, dan perjalanan mereka dalam meraih ilmu dan hadits.

Kedelapan : Konsentrasi

Yaitu seorang penuntut ilmu mencurahkan segala kesungguhannya hingga ia berhasil sampai kepada tujuannya dalam ilmu dan kekokohan padanya, baik kekuatan hafalan, pemahaman, dan pondasi yang kokoh.

Kesembilan : Terus Berada di Sisi Guru dan Pengajar

Ilmu itu diambil dari mulut para ‘ulama. Maka seorang penuntut ilmu, agar kokoh dalam ilmu di atas pondisi yang benar, maka hendaknya ia bermulazamah kepada ‘ulama, talaqqi (mengambil) ilmu langsung dari mereka. Sehingga pencarian ilmunya tegak di atas kaidah-kaidah yang benar. mampu melafazhkan nash-nash qur’ani dan hadits dengan pelafazhan yang benar, tidak ada kesalahan maupun kekeliruan. Memahami ilmu dengan pemahaman yang tepat sesuai maksudnya. Dan lebih dari itu, dia bisa mengambil faidah dari ‘ulama : adab, akhlaq, dan sifat wara’. Hendaknya dia menghindar agar jangan sampai yang menjadi gurunya adalah kitab. Karena sesungguhnya barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka ia akan banyak salahnya sedikit benarnya.
Demikianlah, inilah yang terjadi pada umat ini. Tidak seorang tampil menonjol dalam ilmu kecuali ia sebelumnya telah tertarbiyyah dan terdidik di hadapan ‘ulama.

Kesepuluh : Menempuh Waktu yang Lama

Janganlah seorang penuntut ilmu mengira bahwa menuntut ilmu akan selesai sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Bahkan menuntut ilmu itu butuh kesabaran bertahun-tahun.

Al-Qadhi ‘Iyadh ditanya, “Sampai kapan seseorang itu menuntut ilmu?”
Beliau menjawab, “Sampai mati, sehingga tintanya menemaninya sampai ke kuburnya.”
Al-Imam Ahmad berkata : “Aku duduk mempelajari Kitabul Haidh selama sembilan tahun hingga aku memahaminya.”

Demikianlah, para penuntut ilmu yang cerdas senantiasa duduk bermulazamah kepada ‘ulama selama sepuluh tahun atau dua puluh tahun. Bahkan sebagian mereka terus bermulazamah hingga Allah mewafatkannya.

Inilah beberapa prinsip yang perlu untuk diperhatikan oleh penuntut ilmu guna meraih ilmu.

Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufiq terhadap kita dan antum kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.

وصلي الله على نبينا محمد ، وعلي آله وصحبه ومن تبعهم واقتفي أثرهم بإحسان إلي يوم الدين .
تم ولله الحمد

[1] HR. Ahmad (I/30), At-Tirmidzi (2344), Ibnu Majah (4164), dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 310.

[2] HR. Abu Dawud (5095). At-Tirmidzi (3426), dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Kalimuth Thayyib no. 59.

[3] Yaitu hadits dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menceritakan tentang tiga orang yang pertama kali diadili para hari Kiamat nanti, salah satu di antara mereka adalah orang yang diberi karunia ilmu :

… وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. …

“… dan seorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta rajin membaca Al-Qur’an. Maka ia pun didatangkan, kemudian diperlihatkan kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, maka ia pun mengakuinya. Allah berkata : ‘Apa yang kamu amalkan dengan nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab : ‘Saya mempelajari ilmu dan mempelajarinya, serta aku rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah menjawab : ‘kamu telah berdusta!! Engkau mempelajari ilmu karena ingin dikatakan sebagai seorang yang ‘alim (berilmu), dan engkau rajin membaca Al-Qur’an supaya dikatakan dia adalah qari’, dan kamu telah dikatakan demikian.’ Maka dia diperintahkan diseret di atas wajah, kemudian dicampakkan ke dalam Neraka. …” [HR. Muslim 1905]

[4] HR. Al-Bukhari 1145, Muslim 758, dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu

[5] HR. Al-Bukhari 7352, Muslim 1716 dari shahabat ‘Amr bin Al-’Ash dan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhuma.

[6] Lihat HR. Al-Bukhari 119

[7] Penggal pertama do’a ini : (اللهم فقهه في الدين ) diriwayatkan oleh Al-Bukhari 143. Adapun penggal kedua diriwayatkan oleh Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 2589.

[8] HR. Al-Bukhari no. 52, Muslim 1599, dari shahabat An-Nu’man bin Basyir Radhiyallah ‘anhu.

Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/07/18/10-prinsip-untuk-meraih-ilmu/

Fadhilat Bulan Sya’aban

DIkirim oleh epondok di Julai 23, 2009

1. Telah memberitahu kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah memberitahu kami Malik daripada Abi An-Nadhri daripada Abi Salamah daripada Sayyidatina ‘Aishah telah berkata : Rasulullah S.A.W berpuasa sehingga kita mengatakan dia tidak berbuka dan baginda S.A.W berbuka sehingga kami berkata dia tidak berpuasa. Dan aku tidak pernah melihat Rassulullah S.A.W menyempurnakan puasa sebulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat baginda S.A.W banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban.
( Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya )

2. Telah memberitahu kami Muaz bin Fudhalah telah memberitahu kami Hisham daripada Yahya daripada Abi Salamah sesungguhnya sayyidatina ‘Aishah telah memberitahunya dengan berkata : Nabi S.A.W tidak banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban, dan baginda S.A.W telah berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban. Dan adalah baginda S.A.W bersabda : Lakukanlah amalan yang mana kamu mampu membuatnya maka sesungguhnya Allah tidak membebankan ( mewajib )kamu sehingga kamu merasa berat dengan bebanan. Dan apa yang disukai oleh Rasulullah S.A.W adalah sembahyang(sunat) yang sentiasa dibuat sekalipun sedikit. Dan adalah baginda S.A.W apabila mendirikan sembahyang maka baginda S.A.W sentiasa berterusan di dalam berbuat demikian.
( Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya)

3. Telah memberitahu kami Sufian bin ‘Uyainah daripada Ibn Abi Labid daripada Abi Salamah telah berkata : Aku telah bertanya Sayyidatina ‘Aishah tentang puasa Rasulullah S.A.W maka dia menjawab : Adalah baginda S.A.W berpuasa sehingga kami berkata : Sesungguhnya baginda S.A.W telah berpuasa dan baginda s.A.W berbuka sehingga kami mengatakan : Telah baginda S.A.W berbuka. Aku tidak pernah melihat baginda S.A.W berpuasa dari sebulan sahaja lebih banyak daripada puasa baginda S.A.W pada bulan Sya’ban. Kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa Sya’ban sebulan penuh dan kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa sedikit daripadanya.
(Diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam sohihnya)

4. Telah memberitahuku Muawiyah bin Soleh daripada Abdullah bin Abi Qais sesungguhnya dia telah mendengar Sayyidatina ‘Aishah berkata : Bulan yang disukai oleh Rasulullah S.A.W yang mana baginda S.A.W berpuasa padanya adalah bulan Sya’ban kemudian disambung puasa pada bulan Ramadhan.
( Hadis ini sanadnya Hasan dan diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasaei, Ibn Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi)

5. Telah memberitahuku Al-Maqburi daripada Abu Hurairah daripada Usamah bin Zaid telah berkata: Aku telah berkata : Wahai Rasulullah! sesungguhnya kau telah melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana engkau puasa padanya. Soal Rasulullah S.A.W : Bulan apa? Aku telah berkata: Sya’ban bulan diantara Rejab dan Ramadhan yang mana melupai manusia mengenainya(diangkat kepadaNya) segala amalan semua hamba maka aku lebih suka amalanku tidak diangkat melainkan bersamanya aku berpuasa. Mka aku berkata lagi: Aku melihat engkau berpuasa pada hari Isnin dan Khamis dan tidak mengabaikan kedua-dua hari itu.Sabda baginda S.A.W : Sesungguhnya segala amalan semua hamba akan diangkat pada kedua-dua hari itu maka aku lebih suka tidak diangkat amalanku melainkan bersamanya aku berpuasa.
( Hadis ini sanadnya Hasan dan telah dikeluarkan oleh An-Nasaei, Imam Ahmad dan imam Al-Baihaqi )

HADIS MENGENAI KELEBIHAN MALAM NISFU SYA’BAN

1. Daripada Makhul daripada Malik bin Yakhamir daripada Muaz bin Jabal daripada Nabi S.A.W telah bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala memerhati makhlukNya pada malam nisfu(pertengahan) daripada Sya’ban maka Dia akan mengampuni semua makhlukNya melainkan orang yang syirik atau orang yang bermusuhan.
( Hadis ini isnadnya Hasan dan dikeluarkan oleh Ibn Habban, Al-Baihaqi dan At-Thobarani )

2.Daripada Hisham bin Hassan daripada ( Al-Hasan daripada) Usman bin Abi Al-’As daripada Nabi S.A.W telah bersabda : Apabila tibanya malam nisfu (pertengahan) daripada bulan Sya’ban, pemanggil akan memang- gil : Adakah daripada mereka yang memohon keampunan maka nescaya diampun baginya ? Adakah daripada kalangan mereka yang meminta maka akan diberi? Maka tidak ada seseorang yang memohon sesuatu melainkan akan diberi melainkan penzina dengan kemaluannya ataupun orang syirik.
( Hadis ini isnadnya Hasan dan dikeluarkan oleh Al-Kharaiti, Al-Baihaqi dan imam Sayuti )

Penerangan Hadis

1. Hadis-hadis ini menjelaskan kepada kita bagaimana kelebihan bulan Sya’ban yang mana Rasulullah S.A.W sentiasa berpuasa bahkan melebihi bulan-bulan yang lain.

2. Hadis-hadis ini juga menerangkan bagaimana hukum berpuasa pada bulan Sya’ban iaitu sunat bukannya wajib. Oleh itu baginda S.A.W kadang-kadang berpuasa penuh sebulan pada bulan ini dan pada suatu ketika baginda tidak berbuat demikian. Kita perlu ingat bahawa setiap perbuatan Rasulullah S.A.W merupakan sunnah fi’liyyah (sunnah yang berasaskan perbuatan) yang boleh dijadikan hujjah di dalam mengeluarkan sesuatu hukum.

3. Baginda S.A.W juga menggalakkan kita agar di dalam melakukan sesuatu yang baik terutama dalam ibadat khusus seperti solat sunat, puasa sunat dan sedekah maka ia mestilah dilakukan secara berterusan walaupun sedikit. Kita kadang-kadang melakukan perkara ini secara banyak tetapi tidak berterusan dan ia dilakukan apabila timbulnya perasaan rajin sahaja. Ini menyebabkan kita kurang merasai hikmat dan kesan daripada amalan tersebut. Ini kerana apabila ia dilakukan secara berterusan akan mendatangkan kepada kita perasaan untuk menghisab dan menghitung diri sendiri secara berterusan dan ini akan melahirkan individu yang sentiasa berada dalam ibadat dan mengingati Allah setiap masa dan tempat sama ada ditikar sembahyang, ketika belajar mahupun ketika berkerja.

4. Galakan ini juga bertujuan untuk melatih dan membiasakan kita dengan berpuasa sebelum masuknya bulan Ramadhan yang memang kita mesti berpuasa padanya.

5. Baginda juga menekankan bagaimana seseorang muslim mesti percaya bahawa setiap amalan yang dilakukan bukanlah sia-sia malah ia akan diangkat kepada Allah untuk dihisab kualitinya. Apabila perasaan ini timbul sepanjang kehidupan dan peribadatan kita seharian akan menyebabkan kita semakin yakin kepada balasan Allah terhadap apa yang telah kita sama-sama tunaikan. Ini dapat menghindarkan diri daripada melakukan sesuatu ibadat sambil lewa dan penuh dengan perasaan malas dan juga mampu memberi peringatan agar jangan mendekati segala maksiat kerana setiap gerak laku kita diperhati dan dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

6. Baginda S.A.W juga menjelaskan bagaimana adanya waktu-waktu tertentu yang mempunyai kelebihannya tersendiri seperti pada hari Isnin dan Khamis serta pada bulan Sya’ban terutama pada malam pertengahan bulannya. Baginda S.A.W juga mengajar kita agar menggunakan kesempatan yang ada dengan berdoa dan beribadah kepada Allah.

7. Islam mengajar kita agar menjaga masa dan menggunakan peluang yang ada untuk beribadat bukannya dihabiskan begitu sahaja disebabkan kita tidak merasa berdosa apabila tidak mempedulikan masa. Orang kafir mapu menjaga masa dan menggunakan masa untuk perkara berfaedah serta tidak kurang juga digunakan untuk mengatur strategi di dalam menyerang Islam. Adakah kita terus hanyut dibuai mimpi sedangkan musuh Islam telah lama merancang untuk menghancurkan kita.

8. Islam mahu melahirkan umat yang berkualiti dalam ibadat, masa dan pekerjaan yang mana ia tidak menyuruh kita sekadar menunaikan ibadat khusus seperti sembahyang, puasa dan bersedekah sahaja tetapi juga menekankan agar setiap ibadat yang dilakukan mampu melahirkan umat yang sedar siapa mereka dan apa tanggungjawab mereka. Ingatlah bahawa Rasulullah S.A.W pernah memarahi sahabat yang hanya mahu beribadat khusus sahaja sedangkan baginda S.A.W sendiri bukan sahaja merupakan orang yang kuat beribadat khusus, memohon keampunan malah baginda juga sebagai bapa, suami, ahli masyarakat dan juga yang paling besar dan berat adalah sebagai pemimpin negara. Semuanya dikira ibadat jika dilakukan mengikut landasan Islam. Kita jangan termakan dengan dakyah sesat golongan kuffar yang menyatakan ibadat adalah perkara yang berkaitan dengan sembahyang, puasa, haji dan ibadat khusus yang lain sahaja tanpa mempedulikan kewajipan kita yang besar seperti tanggungjawab terhadap kerja, keluarga, masyarakat setempat dan juga pemerintahan negara.

9. Islam mencela mereka yang syirik, berzina dan bermusuhan yang mana doa mereka tidak dimaqbulkan.

Bibiografi

1. Fathul Bari syarah sohih Bukhari oleh Ibnu Hajar jilid 4 cetakan Maktabah Al-Risalah Al-Hadisah

2. Syarah Sohih Muslim oleh imam An-Nawawi jilid 15/16 cetakan Darul Makrifah

3. Kitab Fadahailul Auqat oleh Abi Bakar bin Al-Husin Al-Baihaqi di kaji oleh Adnan Abdul Rahman Majid Al-Qaisi cetakan Maktabah Al-Manarah Makah Mukarramah

Tuesday, July 21, 2009

Menuju Mukmin Sejati (sebuah refleksi dari surah al-Fatihah)

Bismillahirrahmanir rahiim

Assalamualaikum wR wB



PAGI!!! SUBHANALLAH! !!





"Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Quran yang agung." (Q.S.. 87)



Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa masksud ayat diatas adalah tujuh surat-surat yang panjang yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau At-Taubah.

Surat al-Fatihah merupakan surat yang diturunkan setelah surat al-Mudatsir diturunkan di Makkah al-Mukarramah dan merupakan surat yang pertama didalam tertib susunan surat-surat al-Quran. Adapun ayatnya tidak lebih dari tujuh ayat termasuk "Bismillahirrahmani rrahim" sebagai ayat pertama menurut kesepakatan para ulama sebagaimana telah dijelaskan didalam kitab sunan al-Kubra li al-Baihaqiy juz 2 dan al-Mu'jam al-Kabir li al-Thabraniy bab Qith'atun min al-mafquud juz 20 sebagaimana dijelaskan juga didalam kitab al-Mu'jam al-Ausath li al-Thabraniy bab al-miim min ismihi : Muhammad juz 14.



Dinamakan surat al-Fatihah dikarenakan kedudukannya sebagai pembuka bagi seluruh surat-surat yang ada didalam al-Quran al-Kariim. Walaupun ayatnya sangat pendek tetapi kandungannya telah mencakupi seluruh isi al-Quran dan asas-asasnya secara ringkas.



Pembicaraan pada surat al-Fatihah meliputi kajian ushuluddin dan cabang-cabangnya, ilmu-ilmu akidah, ibadah, syari'at, keimanan terhadap hari akhir, keimanan terhadap asma' al-husna, mentauhidkan Allah swt dalam beribadah, memohon pertolongan dan berdoa, dengan menghadapkan diri kepadanya dengan memohon hidayah-Nya kepada agama yang benar (Islam) dan jalan yang lurus, serta merendahkan diri dihadapan-Nya dengan menetapi keimanan dan berjalan diatas jalan-jalan orang-orang yang salih. Kemudian surat al-Fatihah ditutup dengan permohonan manusia kepada Allah swt agar dijauhkan dari sifat-sifat al-magdhuub(orang-orang Yahudi yang terlaknat) dan al-dhaall (orang-orang Nasraniy/Kristen yang tersesat).



Dinamakan juga sebagai Umm al-Kitab karena al-Fatihah telah menghimpun seluruh maksud surat-surat yang lain didalam al-Quran al-Karim. Menurut al-ustaz Muhammad Ali al-Shabuniy didalam kitabnya "Shafwat al-Tafasir" jilid pertama bahwa al-Fatihah juga memiliki nama-nama seperti berikut "Sab'u al-Matsaniy, al-Syafiah, al-Wafiah, al-Kafiyah, al-Asas dan al-Hamd".



Didalam solat surat al-Fatihah juga merupakan rukun yang wajib dibaca oleh setiap musahlliy dan tidak sah solat seseorang tanpanya. Dikatakan didalam kitab al-fiqh al-manhajiy bahwa tidak sah solat seseorang yang belum sempurna membacanya kemudian dia terus rukuk, melainkan dalam keadaan masbuq, maka tidak mengapa untuk tidak membacanya dengan sempurna, karena seorang imam itu mesti diikuti keadaan solatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw didalam kitab-kitab Sahih Bukhariy Muslim, Muwattha' Malik dan kitab-kitab sunan.



Keutamaan surat al-Fatihah



Al-Ustaz Muhammad Ali al-Shabuniy menjelaskan didalam kitabnya Shafwat al-Tafasir bahwa telah diriwayatkan oleh imam Ahmad pada musnadnya bahwasanya Ubay bin Ka'b membaca Umm al-Quran (al-Fatihah) keatas nabi Muhammad saw maka Rasulullah saw bersabda :"Demi jiwaku yang berada ditangan-Nya, tidaklah diturunkan pada kitab Taurat dan tidak pula pada kitab Injil demikian tidak pula pada kitab Zabur serta tidak pula pada al-Furqan (al-Quran) sepertinya (al-Fatihah) dialah tujuh ayat yang diulang-ulang bacaannya serta amatlah besar kemuliaan dan faedahnya yang diberikan kepadaku."



Dijelaskan juga pada shahih Bukhariy bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Abu Sa'id bin al-Ma'alla : "Akan saya ajarkan kepadamu satu surat dia merupakan surat yang paling mulia didalam al-Quran : al-hamdu lillahi rabbi al-al'alamiin (al-Fatihah) , dialah tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang serta amatlah besar kemuliaan dan faedahnya yang diberikan kepadaku."



Makna surat al-Fatihah



1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.



2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.



3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.



4. Yang menguasai di hari Pembalasan.



5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.



6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,



7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.



1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(Q.S. al-Fatihah : 1)



Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya, telah mengajarkan kepada orang-orang yang beriman agar dalam setiap urusan yang baik seperti belajar, mencari nafkah, makan minum, berjihad, akan berdiri, duduk ataupun berbaring dan sebagainya hendaklah dimulakan dengan membaca "Bismillahirrahmaan irrahiim" . Satu kalimat yang diajarkan oleh Allah swt kepada rasul-Nya melalui malaikat Jibril as, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Disunatkan bagi orang-orang yang beriman untuk meneladaninya, demikian yang dikatakan oleh Abu Ja'far seperti yang ditulis oleh imam al-Thabariy didalam tafsirnya.

"Bismillahirrahmaan irrahiim" menjelaskan akan sifat Allah swt Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah menjadikan segala sesuatu atas kehendak-Nya (iradat) dan menyatakan bahwa manusia itu lemah dan tidak dapat melakukan apa-apa urusan melainkan dengan izin-Nya. Kalimat ini juga mengisyaratkan kepada umat manusia bahwa segala usaha umat manusia itu dapat terjadi karena sifat rahman dan rahim Allah swt yang telah menjadikan apa-apa yang diusahakan oleh manusia sesuai dengan kadar usahanya, sebagaimana yang dijelaskan didalam surat al-Ra'd ayat ke 8 yang bermaksud: "Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya."



Ketika kita memulai setiap usaha ataupun aktivitas, maka mulailah dengan menyebut "Bismillahirrahmaan irrahiim" . Dan renungkanlah dengan hati serta rasakan betapa dengan rahman dan rahiim-Nya kita bisa duduk dan berdiri, denganya kita bisa melakukan apa saja diatas muka bumi ini. Kemudian masuklah lebih dalam lagi kedalam jiwamu, maka dikau akan dapatkan bahwa sungguh manusia itu tidak dapat melakukan sesuatu melainkan atas kehendak rahman dan rahim-Nya juga. Sehingga dengan demikian ketika engkau renungkan akan hakikat perbuatan dan setiap kejadian, maka dapatlah engkau merasakan akan kebesaran Allah pada setiap kejadian itu dan dirimu adalah sangat lemah dan memerlukan Tuhan untuk menolongmu. Dan hanya karena sifat kasih dan sayang-Nya juga setiap makhluk dapat melakukan banyak perkara diatas muka bumi ini.



Oleh karena itu jika seseorang itu telah memahami akan makna perbuatan serta hakikatnya, maka dia diharapkan untuk tidak melakukan melainkan perkara yang diridhai Allah swt saja. Hal ini tidak lepas dari konteks manusia yang dijadikan khalifah (pengganti posisi) Allah swt dimuka bumi. Manusia tidak diminta melainkan untuk beriman kemudian melakukan kerja-kerja perbaikan didalam segala urusan serta mencegah setiap kemungkaran seperti yang dijelaskan didalam al-Quran surat Ali Imran ayat ke 110 yang bermaksud: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."



2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. al-Fatihah : 2)



Diriwayatkan dari Hakam bin Umair bahwa Rasulullah saw bersabda : "Jika engkau mengatakan 'al-hamdulillahi rabbi al-'alamiin' , maka engkau telah bersyukur kepada Allah." Manakala Ibnu Abbas menjelaskan bahwa malaikat Jibril as mengajarkan kepada rasulullah saw : "Katakan wahai Muhammad 'alhamdulillah' ." Demikianlah kalimat syukur yang diajarkan oleh Allah swt kepada rasullah-Nya yang sunnah untuk diamalkan oleh setiap orang yang beriman.



Manusia diminta untuk sentiasa bersyukur (berterimakasih) atas setiap nikmat yang didapatkannya dengan mengucapkan 'alhamdulillah'. Sudah semestinya setiap orang yang beriman berterima kasih kepada penciptanya yang telah menyempurnakan penciptaannya dan telah menjadikan dirinya beriman, betapa dengan iman itu dirinya dapat meraih surga-Nya.



Nikmat Allah swt pada setiap insan itu sangatlah besarnya dan tidak satupun yang dapat menandinginya pemberian-Nya. Jika dilihat kepada diri kita, maka akan kita dapatkan sosok tubuh yang sempurna dengan fungsinya masing-masing. Kita dibekalkan otak yang dengannya kita dapat memikirkan, kita diberikan mata dengannya kita dapat melihat alam yang luas, kita diberikan telinga dengannya kita dapat mendengar segala bunyi dan suara, kita diberikan mulut dan segala perlengkapannya dengannya kita dapat berbicara dengan baik, kita diberikan lidah dengannya kita dapat rasakan masin, manis dan pahit, kita diberikan hati dengannya kita dapat merasakan sedih, gembira, dan membedakan yang benar dan salah, kita diberikan tangan dengannya kita dapat meraih dan memegang, kita diberikan kaki dengannya kita dapat pergi mendatangi apa yang kita inginkan, kita dilengkapi rambut dan bulu dengannya kita kelihatan indah, kita dilengkapi kuku dengannya kuatlah jari-jemari, ketika letih dijadikan kita tidur, ketika sakit dijadikan kita sehat kembali. Dengan otak itu kita dapat mengendalikan setiap gerakannya, dengan paru itu kita dapat menyimpan oksigen kedalam tubuh kita dan mengeluarkan karbondioksida yang beracun daridalamnya, dengan jantung itu kita dapat memompa darah keseluruh tubuh, dengan hati itu kita dapat memproduksi darah, dengan empedu itu kita dapat meleraikan lemak-lemak yang tidak diperlukan oleh tubuhnya, dengan lambung itu kita dapat menyimpan makanan dan minuman didalam tubuh, dengan ginjal itu tubuh kita dapat menyaring darah dan membersihkan limbah, namun juga menjaga keseimbangan dari tingkat-tingkat elektolit-elektroli t didalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah, dengan usus-usus itu kita dapat menyerap zat-zat makanan yang dimakan, kemudian dia dapat membuang yang apa-apa tidak diperlukan oleh tubuh. "Maka nikmatTuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (Q.S. Al-Rahman).



Dia penuhi muka bumi ini dengan oksigen kemudian kita bisa bernafas dengan baik dan menjadi sehat, pada malam hari dijadikan bintang gemintang yang berkelipan dengan warna warni yang menyenangkan hati setiap yang melihatnya, untuk menghiasi langit yang gelap pekat selain menjadi petunjuk arah bagi para nelayan dilautan, diberikan juga cahaya bulan yang lembut, dengannya manusia merasa hidup ini indah dan nyaman berada dibawah belayan cahaya rembulan, jika siang diterbitkan oleh-Nya matahari yang bersinar terang dan kehangatan belaian cahayanya maka seluruh makhluk Allah tumbuh memekar, diturunkan pula hujan yang dengan airnya seluruh makhluk-Nya menjadi hidup. "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (Q.S. Al-Rahman).



Sungguh, tidak ada yang dapat memberi seperti pemberian Allah, maka hendaklah setiap orang-orang yang beriman itu untuk sentiasa bersyukur berterimakasih kepada Allah Tuhannya. "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. " (Q.S. Ibrahim : 34 dan al-Nahl : 18)



Kalimat al-hamdulillahi rabbi al-'alamiin telah mengajak kita untuk sentiasa beryukur atas kenikmatan yang telah diberikan secara gratis. Kalimat ini juga telah mengisyaratkan kepada manusia untuk sentiasa mentaati perintah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya karena hanya dengan demikian saja segala kenikmatan tadi akan menjadi kekal bahkan akan digandakan menjadi kenikmatan diatas kenikmatan. "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."(Q.S. Ibrahim : 7)



Allah swt telah memerintahkan kita untuk senantiasa mengingati segala nikmat itu, karena hanya dengan demikian manusia itu akan dapat bersyukur. Allah swt telah berfirman : "Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu." (Q.S. al-Baqarah : 231, Ali Imran : 103 dan al-Maidah : 7). Hampir dapat dipastikan bahwa terjadinya kemaksiatan serta merebaknya kerusakan diatas muka bumi ini disebabkan oleh mereka yang melupakan keindahan dan kenikmatan yang dianugerahkan oleh Sang penciptanya."(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Q.S. Ali Imran : 191)



Kalimat al-hamdulillahi rabbi al-'alamiin merupakan kepala rasa syukur demikian yang disabdakan oleh Rasulullah saw seperti yang dijelaskan oleh Abu Qasim Mahmud bin Amru bin Ahmad al-Zamakhsyariy (penulis tafsir al-Kasyaf).



3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Fatihah : 3)




Disini Allah swt sekali lagi menekankan bahwa Dialah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Pada kedua sifat inilah kehidupan di dunia menjadi teratur dan sempurna.



Sebagaimana yang telah kita jelaskan tadi bahwa Allah swt telah menyempurnakan ciptaannya, ternyata semua itu tidak lepas dari sifat al-rahman dan al-rahiim ini. Bisa dibayangkan kalau Allah swt tidak memiliki sifat kedua ini maka sudah tentu akan terjadi banyak kehancuran dan kemusnahan dimuka bumi ini.



Sebagai contoh Allah swt akan mengazab orang-orang yang mengingkari ajaran-Nya, seperti yang dijelaskan didalam al-Quran bagi mereka yang tidak dapat menerima hidayah karena tidak mentadabburi ayat-ayat Allah swt dan tidak pernah mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran-Nya yang ada dilangit dan dibumi juga pada diri mereka sendiri :"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (Q.S. al-Baqarah : 6 - 7) Namun demikian mari kita lihat dan renungkan, bukankah mereka yang ingkar itu tetap dapat merasakan manisnya buah-buahan? ; Mereka yang menjadi pembangkang keatas ajaran-ajaran- Nya tetapi masih tetap merasakan segarnya air yang diminum; Mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah swt tetapi masih juga mendapatkan curahan air hujan dari langit; Mereka membuat fatwa-fatwa yang tidak pernah diajarkan oleh Allah dan rasul-Nya tetapi mereka masih juga merasakan kehangatan sinar matahari dan kelembutan sinar rembulan.



Kita semestinya lebih banyak merenungkan kebesaran dan nikmat Allah yang ada pada alam semesta juga yang ada pada diri kita. Hanya dengan demikianlah kita dapat mengerti arti kehidupan dan tujuan kita diciptakan. Dengan demikian maka setiap kita akan dapat mengerti mengapa Allah berfirman : "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Q.S. Al-Dzariaat : 56). Maka dengan demikian, nyatalah bagi manusia apa-apa yang patut dia kerjakan sebagai khalifah (pengganti tugas-tugas) -Nya dimuka bumi ini untuk senantiasa mengerjakan tugasnya iaitu menyebarkan kebaikan dan yang hak serta untuk tidak melakukan kerusakan apapun bentuknya, apalagi akidah yang diwariskan oleh nabi ini yang menjadi modal utama bagi setiap insan untuk meraih surga-Nya, ketika setiap kita kembali setelah menjalankan tugas-tugas sebagai khalifah-Nya dimuka bumi.



Jika setiap insan itu menginsafi bahwa ia akan mempertanggungjawab kan setiap apa yang telah diusahakan olehnya, maka tentu dia akan menjaga setiap ucapan, tulisan dan perbuatannya agar tidak terkeluar dari jalur-jalur yang telah ditentukan oleh Allah swt didalam al-Quran dan sunnah nabi-Nya. "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (Q.S. Al-Zalzalah : 7 - 8)



4. Yang menguasai di hari pembalasan. (Q.S. al-Fatihah : 4)



Satu berita kepada umat manusia khususnya kepada mereka orang-orang yang beriman, bahwa tidak ada yang menjadi raja saat dipadang mahsyar. Semua manusia akan dibangkitkan semula dari kematian dan kemudian akan digiring oleh para malaikat untuk menghadap Allah swt untuk mempertanggungjawab kan segala apa yang telah diusahakan selama menjadi khalifah dimuka bumi.



Tidak ada yang menjadi raja pada waktu itu, semua manusia adalah sama dan telanjang tanpa seorangpun yang mengenakan pakaian apalagi pakaian kebesaran. Mereka semua berdiri terhina melainkan mereka yang dirahmati oleh Allah swt. "Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang Telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar." (Q.S. Al-Naba' : 38), "Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati Karena takut kepada-Nya." (Q.S. al-Anbiya' : 28)



Pada waktu itu hanya milik Allah swt saja yang segala kebesaran dan kehebatan serta kewibawaan dan kekuasaan. Demikianlah seperti yang dijelaskan oleh Allah swt didalam al-Quran yang bermaksud : "(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. " (Q.S. al-Mukmin : 16), "Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja." (Q.S. Thaaha : 108).



Pada hari itu mereka yang telah mengerjakan tugasnya sebagai khalifah dengan baik, dengan beriman kepada-Nya serta mentaati segala ajaran-Nya kemudian mengerjakan amar makruf dan nahi mungkar, maka bagi mereka kenikmatan surga yang telah dijanjikan dan mereka tidak akan mati selamanya, demikian pula sebaliknya bagi mereka yang ingkar bahkan membangkang terhadap garis panduan yang telah ditentukan, bagi mereka adalah neraka yang tidak akan pernah mati pula didalamnya. "Hai manusia, Sesungguhnya kamu Telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (Q.S. al-Insyiqaaq : 6 - 12)



Sebagaimana dijelaskan juga bagi mereka yang tidak menjalankan tugasnya - dimuka bumi ini sebagai khalifah Allah - dengan baik maka renungkan ungkapan penyesalan mereka yang dilukiskan didalam al-Quran : "Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah." (Q.S. al-Naba' : 40)



Berita ini merupakan peringatan keras bagi umat manusia terlebih lagi bagi orang-orang yang beriman, karena merekalah yang membaca surat ini pada setiap solatnya. Maka sudah tentu dia akan lebih bertanggungjawab keatas dirinya tentang persiapan pada hari perjumpaan dengan penciptanya.



Ayat ini merupakan satu isyarat bagi umat manusia dan orang-orang yang beriman agar tidak melakukan perkara apapun dimuka bumi ini melainkan yang telah digariskan oleh Allah swt dan rasul-Nya saja. Maka para pemimpin tidak dibenarkan melakukan kezaliman dengan kekuasaan mereka melainkan bersikap adil saja; para politikus dan cendekiawan tidak dibenarkan melainkan memikirkan, menulis dan mengatakan yang haqsaja; para suami tidak dibenarkan melainkan menggauli isteri-isteri mereka dengan baik saja; para artis dan penghibur tidak dibenarkan melainkan berperan dan menghibur dalam perkara yang benar saja; demikianlah setiap insan tidak dibenarkan melainkan mengerjakan kebaikan saja. Maka rasulullah saw bersabda "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan mempertanggungjawab kan setiap apa yang dipimpin olehnya." (H.R. Jama'ah)



Dengan besikap demikian yang disebutkan tadi, maka dapatlah dikatakan bahwa manusia itu telah menepati misinya sebagai khalifah (pengganti) Allah dalam mengimarahkan muka bumi ini, tersebarlah kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap makhluk Allah swt. "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."(Q.S. al-A'raf : 96), "Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka." (Q.S. al-Maidah : 66).



Dari makna ayat-ayat ini dapatlah disimpulkan bahwa tersebarnya kemaksiatan dan kerusakan dimuka bumi baik itu kerusakan alam semesta ataupun ideologi pemikiran disebabkan oleh manusia-manusia khususnya orang-orang yang beriman tetapi tidak mencermati apa yang dibaca didalam solatnya. Mereka lupa akan hari pertemuan dengan penciptanya, seandainya dia ingat sekalipun tetapi dia tidak membayangkan akan dahysatnya hari pertemuan itu.



5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah

kami meminta pertolongan. (Q.S. al-Fatihah : 5)



Inilah ikrar kita untuk Sang Pencipta, inilah janji kita kepada Yang Maha Agung, inilah pengakuan kita terhadap Yang Maha Mendengar.



Imam al-Thabariy didalam tafsirnya menjelaskan bahwa Abu Ja'far mengatakan makna kalimat Iyaaka na'budu bermaksud : "Hanya kepada Engkau ya Allah kami berserah dan kami merendah dan kami taat."Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas bahwa malaikat Jibril as mengajarkan rasulullah saw untuk membaca "Iyaaka na'budu" yang bermaksud : "Kami hanya mentauhidkan, takut dan berharap hanya kepada Engkau ya Tuhan kami, dan tidak mengharapkan selain dari-Mu."



Pada kalimat pertama ini merupakan satu materi tauhid yang diajarkan oleh Allah swt kepada Muhammad saw dan umatnya, bahwa mereka mesti berikrar terhadap diri mereka sendiri dihadapan Tuhan mereka didalam solat mereka agar mereka tidak menyembah selain Allah swt; tidak mentaati melainkan karena Allah swt; tidak mengharapkan dalam setiap apa yang diusahakannya selain Allah swt; tidaklah membenci melainkan karena Allah swt; dan tidak juga mencitai selian dari Allah swt. Rasulullah saw bersabda didalam sebuah hadis daripada Anas dan Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda : "Tidaklah sempurna iman diantara kamu sehingga aku lebih dicintai daripada dia mencintai orang tuanya dan anaknya." (H.R. Bukhari dan Muslim)



Mencintai Rasulullah saw bermakna mencintai Allah swt, mencintai kedua-duanya dengan menjalankan segala perintah dan ajaran keduanya."Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. " Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Ali Imran : 31) Serta meninggalkan segala larangan keduanya : "apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya." (Q.S. al-Hasyr : 7)



Berserah diri atau sam'an wa tha'atan merupakan sikap yang paling prinsipil didalam keimanan kepada Allah swt, karena demikianlah maksud Islam itu diturunkan, mengajak manusia untuk berserah diri secara total kepada-Nya. Sikap berserah diri ini telah digambarkan oleh para malaikat, para nabi dan para sahabat dan orang-orang yang salih, bahkan alam semesta dan jagad raya turut pula taat atau berserah diri kepada Allah swt.

Para malaikat makhluk yang paling taat telah berserah diri kepada Allah swt, seperti yang dijelaskan oleh Allah swt didalam kisah penciptaan Adam as, ketaatan para malaikat ini telah dikekalkan didalam al-Quran surat-surat al-Baqarah ayat ke 34, al-A'raf ayat ke 11, al-Isra ayat ke 61, al-Kahfi ayat ke 50 dan surat Thaaha ayat ke 116. Mereka tidak bertanya-tanya kepada Allah swt mengapa harus sujud kepada Adam as, manakala Adam as baru saja diciptakan dan mereka sudah hidup lebih dahulu berbanding Adam as. Demikian pula mereka tidak protes lantaran nabi Adam as dicipta dari tanah dan mereka dicipta dari cahaya demikianlah yang dijelaskan oleh Ibnu Manzhur pada kitabnya "Mukhtashar Tarikh Damsyiq" bab "Abu al-Abbas" juz kedelapan, demikian pula yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya "Al-"Bidayah wa al-Nihayah" juz kesatu.



Manakala sikap berserah diri para nabi kepada Allah swt telah dijelaskan didalam al-Quran seperti berikut : "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya) , (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (Q.S. 102 - 107)Perhatikan bahwa kedua nabi yang mulia ini (Ibrahim dan anaknya Ismail as) tidak protes kepada Allah swt mengapa harus menyembelih Ismail as dan perhatikan apa yang dikatakan oleh Ismail as : "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Yang kita jadikan ibrahdalam kisah ini adalah selama apa yang didengar, apa yang dilihat dan apa yang dirasakan itu benar-benar dari Allah swt, maka tidak ada perkataan yang diluahkan melainkan mereka berkata sami'na wa atha'na.



Allah swt telah mengabadikan kisah penyerahan diri nabi Ibrahim as didalam al-Quran : "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". (Q.S. al-Baqarah : 131).



Sikap berserah diri kepada Allah swt telah digambarkan pula oleh manusia biasa dialah Abu Bakr al-Shiddiq ra. Ibnu Hisyam didalam kitabnya al-Sirah al-Nabawiyah jilid kedua bab "Audat Ila Hadits al-Hasan" Ketika kafir Quraisy mendustakan peristiwa Isra' dan Mi'raj dan tidak sedikit orang-orang yang sudah beriman menjadi murtad karena peristiwa besar itu. Maka datanglah mereka secara beramai-ramai menghadap Abu Bakr al-Shiddiq dan memberitakan peristiwa yang sangat luar biasa itu. Maka Abu Bakr mengatakan : "Demi Allah, jika dia (Muhammad saw) yang mengatakan maka dia telah berkata benar. Maka apa sebabnya yang menyebabkan kamu merasa heran dengannya? Maka demi Allah, sesungguhnya dia (Muhammad saw) betul-betul telah mengabarkan kepadaku bahwa berita itu datang dari langit (Allah swt) ke bumi, pada saat malam ataupun siang maka aku akan membenarkannya. ..." Maka sejak hari itu Abu Bakr ra mendapat gelar al-Shiddiq (orang yang membenarkan) .



Allah swt telah mengabarkan kepada umat manusia, bahwa alam jagad raya semua patuh dan tunduk terhadap ketentuan Allah swt. Allah swt menjelaskan didalam al-Quran al-Karim : "Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".(Q.S. Fushilat : 11). Bahkan alam jagad raya sentiasa bertasbih mengagungkan nama-nama Allah swt, Sang Pencipta Yang Maha Sempurna. Semua ini telah dilukiskan didalam al-Quran pada surat-surat berikut : al-hadiid : 1, al-Shaff : 1, al-Hasyr : 1, al-Jumu'ah : 1 dan al-Taghabun : 1.



Demikian contoh-contoh hamba-hamba yang berserah diri secara total kepada Allah swt, demikianlah semestinya sikap orang-orang beriman kepada Rabbnya, karena hanya Allah swt saja yang layak untuk disembah dan ditaati.



Sebagai seorang yang benar-benar beriman hendaklah mentaati ajaran Allah swt dan rasul-Nya secara total atau kaaffah. Allah swt berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.." (Q.S. al-Baqarah : 208). Ayat ini merupakan isyarat serta pengejawantahan keatas kalimat Iyyaka na'budu, sehingga diharapkan orang-orang yang beriman itu dapat menghayati keimanan serta penyembahan itu dengan benar, tidak menjadi seorang yang hanya berlabel Islam di KTPnya tetapi pemikirannya, hatinya, tulisannya, perkataannya, perbuatannya, sikapnya dan pakaiannya seperti orang-orang Yahudi ataupun Nasrani..



Allah swt juga telah menegaskan cara bersikap seorang muslim dalam halta'abbud ini seperti yang telah dijelaskan didalam al-Quran al-Karim seperti berikut : "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (Q.S. al-Ahzab : 36)



Wa Iyyaka Nasta'iinu (Hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan). Inilah ikrar kita yang kedua, setelah ikrar yang pertama bahwa kita tidak akan mentaati selain Allah swt saja.



Imam al-Thabariy menjelaskan didalam tafsirnya bahwa Abu Ja'far mengatakan makna perkataan Allah swt 'Wa Iyyaka Nasta'iinu' : "Dan hanya kepada-Mu wahai Allah kami memohon pertolongan dalam ibadah kami, ketaatan kami hanya untukmu dan dalam setiap urusan kami, kami tidak meminta kepada sesiapun dan apapun selain kempada-Mu. Seandainya orang-orang selain kami meminta kepada tuhan-tuhan selain kamu, maka kami hanya kepadamu meminta dalam setiap urusan kami dengan penuh keikhlasan dalam penghambaan kami terhadapmu."



Ikrar ini berkaitan rapat dengan ikrar yang pertama, bahwa sebagai bentukta'abbud penyembahan atau berserah diri kepada Allah swt manusia diajarkan nutuk meminta pertolongan Allah swt sebagai bukti ketaatannya kepada Rabb.



Walaupun kita tidak dibenarkan untuk meminta pertolongan selain kepada Allah swt, kita diwajibkan berusaha untuk mendapatkan segala keperluan kita sehari-hari, asalkan cara yang digunakan tidak bertentangan dengan syariat.



Meminta pertolongan sesama manusia dalam perkara memenuhi keperluan hidup sehari-hari adalah mubah, karena demikianlah manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Manakala meminta pertolongan kepada malaikat, jin, syaithan ataupun dukun dengan tujuan untuk menjaga diri dari ditimpa musibah ataupun untuk mendatangkan keuntungan adalah haram dan syirik akbar, dapat menyebabkan pengamalnya masuk neraka selamanya.



Menggunakan jimat atau tangkal yang diletakkan didalam pakaian ataupun ikat pinggang dan sebagainya, merupakan pengingkaran terhadap ikrar tadi bahkan sikap demikian telah menyebabkan seseorang menjadi syirik. Al-ustaz al-mufti Athiyah Saqr didalam kitab Fatawa al-Azhar bab al-tamaa immenjelaskan bahwa tidak mengapa menggunakan penangkal yang diambil dari ayat-ayat al-Quran, dengan i'tikad bahwa apa yang diambil dari ayat-ayat al-Quran itu tidak akan mendatangkan manfaat atau mudharatmelainkan dengan izin Allah swt, dan agar menjaga ayat-ayat Allah swt dari penyalahgunaan.



Menurut hemat saya, agar setiap orang yang beriman tidak menggunakan jimat apapun bentuknya, karena sikap demikian tetap membuka jalan kearah syirik, karena perantara untuk menjadi syirik itu sudahpun ada. Selain itu, permasalahan menggunakan jimat atau penangkal dari ayat-ayat al-Quran merupakan masalah khilafiyah para ulama salaf juga ada hadis Rasulullah saw yang mengharamkan menggunakan jimat seperti yang diriwayatkan oleh Abu Ya'ala al-Mushiliy bab Man Ta'allaqa Tamiimatan Falaa Atammallah didalam Musnadnya. Pelarangan menggunakan jimat ini juga dapat kita cermati dari kitab-kitab Fatawa Islamiyah bab Hukmu Zabihat Man Yu'alliq al-Tamaa im juga kita Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah bab ke13 juz ke 14.



Manakala meminta pertolongan kepada jin, syaitan ataupun malaikat untuk menjauhkan diri dari malapetaka ataupun untuk mendatangkan kebaikan, maka hal ini sudah termasuk syirik akbar. Demikian yang dijelaskan didalam kitab Fatawa lajnah al-daa imah li al-buhuts al-'ilmiyah wa al-ifta'bab al-isti'anah bi al-Jinn aw al-Malaikat juz 1, yang dikumpulkan oleh Ahmad bin Abd al-Razaq al-Duwaisy.



"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. " (Q.S. al-Taubah : 31), "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus (jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan). Dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus." (Q.S. al-Bayinah : 5)



Jika telah diucapkan ikrar maka tidak ada yang patut dilakukan, melainkan menunaikan ikrar itu dengan sempurna. Yang demikian adalah lebih dekat kepada ridha Allah swt.



Namun demikian tidak sedikit masyarakat kita yang mengingkari ikrar ini,

walaupun dia terus mengulangi ikrar setia itu sebanyak tujuh belas kali sehari semalam. Banyak yang masih juga mendatangi para dukun untuk diminta perkhidmatan mereka.



Allah Maha Melihat tentang apa yang mereka lakukan, akan tetapi Allah swt tidak pernah mengingkari sifatnya al-rahman dan al-rahiim. Dia tetap mengasihi hamba-hamba- Nya, Dia masih memberikan rezeki kepada hamba-hamba- Nya, Dia masih memanjangkan usia mereka agar satu masa nanti mereka kembali kejalan-Nya. Tetapi jika ajal itu sudah dihadapan mata, maka tidak ada taubat yang diterima.



6. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Q.S. al-Fatihah : 6)



Muhammad bin Jarrir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amaliy Abu Ja'far al-Thabariy (Imam al-Thabariy) menjelaskan didalam tafsirnya "Jaami' al-Bayan fi Ta'wil al-Quran" daripada Ibnu Abbas beliau berkata : "Jibril as mengatakan kepada Muhammad saw "Katakan wahai Muhammad, Ihdinaa al-shiraat al-Mustaqiim" ."



Abu Ja'far menjelaskan bahwa makna 'Ihdinaa al-shiraat al-Mustaqiim'tetapkanlah kami untuk berada padanya. Al-Ustaz Muhammad Aliy al-Shabuniy menjelaskan didalam kitabnya Shafwat al-Tafasir jilid 1, bahwa maksud ayat : "Tunjukkan kami wahai Tuhan kepada jalan-Mu dan agama-Mu yang lurus, dan tetapkan kami dalam keadaan beragama Islam yang telah Engkau utuskan dengannya nabi-nabi-Mu dan rasul-rasul- Mu, dan telah Engkau utuskan dengannya utusan terakhir, dan jadikan kami termasuk orang-orang yang berjalan diatas jalan orang-orang yang didekatkan kepadaMu".



Setelah kita berikrar akan taat setia kepada Allah swt dan rasul-Nya, maka pada ayat ke enam dari surat al-Fatihah kita diajarkan untuk berdoa memohon kepada Allah swt agar ditetapkan dijalan yang lurus dan senantiasa dalam keadaan beriman. Yang demikian itu merupakan bukti kasih sayang Allah swt (rahman dan rahiim) kepada orang-orang yang beriman, karena hanya dengan imanlah Allah swt memuliakan mereka serta meninggikan derajat mereka di dunia dan akherat.



Dr. Yusuf al-Qardhawiy menjelaskan didalam sebuah artikelnya yang berjudul "Hal Nahnu Mukminuun?" bahwa sifat-sifat orang-orang yang beriman yang dijanjikan pertolongan serta kemenangan dan kejayaan dari Allah swt adalah seperti yang digambar didalam al-Quran berikut :



Sifat-sifat orang-orang yang beriman didalam al-Quran :



"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia." (Q.S. al-Anfal : 2 - 4)

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. al-Taubah : 71)

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar." (Q.S. al-Hujurat : 15)

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,Dan orang-orang yang menunaikan zakat, Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Q.S. al-Mukminuun : 1 - 11)



Sekurang-kurangnya tujuh belas kali kita membacakan doa ini didalam solat sehari semalam. Kita memohon agar Allah swt berkenan menetapkan kita untuk senantiasa berada pada jalan yang benar (Islam). Allah swt pasti mengabulkan doa tadi karena demikianlah janji Allah swt kepada hamba-hamba- Nya, tetapi tentunya doa itu mesti diikuti dengan usaha yang sesuai. Bagi mereka yang bercita-cita dan berkeinginan untuk tetap berada diatas jalan yang benar, untuk mentaati segala ajaran-Nya, patuh setia terhadap setiap aturan mainnya, dan bukan sebaliknya menjadi pembangkang terhadap ajaran-ajaran- Nya. Kita tidak boleh membuat satu hukum ataupun pernyataan keagamaan selain dari yang diajarkan didalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya, dengan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh-Nya maupun dengan mengajak orang lain bahkan bersatu dengan dengan musuh-musuh Allah swt untuk bersama-sama menentang-Nya.



Seorang pelajar tidak cukup hanya berdoa untuk sukses dalam ujian, tetapi dia wajib mengulang dan membaca nota kuliahnya, dan tidak cukup hanya sebatas mengulang kaji pelajarannya tetapi dia juga harus bersungguh-sungguh dalam memahami notanya, entah dengan cara mendiskusikan dengan dosen ataupun belajar kelompok, kemudian mungkin menghafalnya. Kalau tidak demikian maka jauh panggang dari api. "Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (Q.S. al-Ra'd : 14)



7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S. al-Fatihah : 7)



Inilah jalan-jalan yang kita mohonkan kepada Allah swt dalam setiap solat kita. Kita memohon agar diri dan seluruh orang-orang yang beriman senantiasa berjalan diatas jalan yang lurus yaitu Islam, karena demikianlah jalan-jalan yang benar yang telah anugerahkan berupa kenikmatan kepada mereka-mereka kekasih Allah swt.



Pada ayat terakhir dari surat al-Fatihah ini akan kita bagikan uraiannya kepada tiga bagian.



Pertama : (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; Allah swt menjelaskan orang-orang yang diberikan nikmat oleh-Nya yaitu mereka yang digambarkan pada ayat berikut : "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. " (Q.S. al-Nisa : 69)

Allah swt menjelaskan bahwa mereka yang berhak mendapatkan janji Allah swt berupa kenikmatan surga adalah mereka yang mentaati, tunduk dan patuh kepada ajaran Allah swt dan rasul-Nya. Kemudian Allah swt mengklasifikasikan golongan-golongan yang berhak mendapatkan rahmat-Nya itu yaitu :



1. Para nabi-nabi.

2. Orang-orang yang membenarkan setiap apa yang diajarkan didalam al-Quran.

3. Orang-orang yang mati dalam memperjuangkan agama Allah swt.

4. Orang-orang yang senantiasa beramal saleh.



Bahkan Allah swt menegaskan bahwa mereka itulah sebaik-baik orang yang bisa dijadikan kawan ataupun yang layak untuk diteladani.



Siapakah mereka orang-orang yang membenarkan itu? Allah swt menjelaskan ciri-ciri mereka itu seperti yang dijelaskan pada ayat berikut:"Orang-orang yang telah kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi." (Q.S. al-Baqarah : 121)



Didalam kitab al-Quran dan terjemahannya yang dikeluarkan oleh departemen agama Republik Indonesia dijelaskan bahwa, yang dimaksudkan dengan orang-orang yang membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, yaitu mereka orang-orang tidak merobah dan mentakwilkan al-Kitab (al-Quran) sekehendak hatinya.



Manakala dijelaskan oleh Muhammad bin Jarir al-Thyabariy didalam tafsirnya bahwa mereka yang dimaksudkan dengan kalimat diatas adalah para sahabat yang beriman, patuh dan tunduk serta membenarkan apa yang ada pada al-Quran itu, walaupun sebahagian mufassririn menjelaskan bahwa, yang dimaksudkan dengan mereka itu ialah Bani Israil yang membenarkan ajaran Taurat serta meyakini kebenaran nabi Muhammad saw bahwa beliau adalah seorang utusan Allah swt.



Para sahabat berselisih faham kepada tiga pendapat mengenai penafsiran siapakah mereka yang telah membaca al-Kitab dengan sebenar-benar bacaan itu.



1. Abdullah bin Abbas ra menjelaskan bahwa : mereka yang menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang diharamkan, dan tidak melakukan pemalsuan terhadapnya.



2. Abdullah bin Mas'ud menjelaskan bahwa : mereka yang menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang telah diharamkan, kemudian mereka membacanya seperti waktu diturunkan, serta tidak memalsukan ayat-ayatnya, dan tidak mentakwilkannya dengan sesuka hati.



3. Qais bin Mas'ud menjelaskan bahwa : mereka yang mengikuti ajarannya, seperti yang dijelaskan oleh Allah swt didalam surat al-Syams ayat ke 2 yang bermaksud : "Dan apabila bulan mengikutinya" .

Dari ketiga penafsiran sahabat diatas dapat disimpulkan bahwa, mereka yang dikatakan sebagai orang-orang yang membaca al-Quran dengan sebenar-benar bacaan adalah mereka yang mengikuti apa yang diajarkan dengan menghalalkan apa-apa yang telah dihalalkan dan mengharamkan apa-apa yang telah diharamkan; membacanya dengan bacaan yang benar kemudian tidak mentakwilkan ayat-ayatnya dengan sesuka hati. Demikianlah gambaran golongan kedua yang dijanjikan akan mendapat rahmat Allah swt, yaitu mereka yang membenarkan ajaran-ajaran- Nya.



Kedua : bukan (jalan) mereka yang dimurkai,



Demikianlah permohonan kita kepada Allah swt didalam solat kita, kita memohon dengan penuh pengharapan agar supaya kita dapat bersama golongan yang pertama yaitu mereka orang-orang yang diberikan rahmat oleh Tuhan mereka. Kemudian kita melanjutkan permohonan itu dengan berdoa agar tidak dimasukkan kedalam golongan yang kedua yaitu orang-orang yang yang dimurkai.



Ketika rasulullah saw ditanyakan oleh para sahabat yang mulia, siapakah mereka yang dimurkai, maka Rasulullah saw menjawab al-Yahuud (orang-orang Yahudi). (H.R. Ahmad).



Mengapa Rasulullah saw menjelaskan bahwa yang dimurkai itu adalah Yahudi? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat kita kaji gambaran akhlak Yahudi didalam surat al-Baqarah dari ayat ke 40 hingga ayat 142.



Disebutkan didalam surat ini bahwa Yahudi senantiasa mengingkari nikmat Allah swt yang telah dianugerahkan kepada mereka. Adapun kenikmatan yang telah Allah swt anugerahkan keatas mereka itu adalah seperti berikut :



1.. Telah dimuliakan oleh Allah swt keatas seluruh umat.

2. Diutusnya para nabi untuk membimbing mereka, bahkan hampir semua nabi diutuskan untuk membimbing mereka..

3. Diselamatkan dari angkara Fir'aun.

4. Diselamatkan dari tenggelam di laut merah.

5. Diturunkan makanan dari langit saat tersesat ditengah-tengah gurun pasir.

6. Dipancarkan air yang dapat diminum saat tersesat ditengah-tengah gurun pasir.

7. Dinaungi oleh awan saat tersesat ditengah-tengah gurun yang panas dan tandus.

8. Allah swt pilihkan tempat yang baik bagi mereka untuk membangun peradaban.

Sebab-sebab murka Allah swt keatas mereka :

1. Tidak mau beriman melainkan kalau sudah melihat Allah swt dengan mata kepala mereka sendiri.

2. Menukar serta memalsukan ayat-ayat Allah swt (Taurat) yang dilakukan oleh rahib-rahib mereka.

3. Mengajarkan kepada masyarakat apa-apa yang tidak pernah diajar didalam kitab Taurat.

4. Membunuh para nabi dan rasul.

5. Tidak bersungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah swt, terutama dalam perkara penyembelihan lembu.

6. Banyak alasan yang dibuat-buat untuk tidak melakukan perintah Allah swt..

7. Menjual ayat-ayat Allah swt dengan harga murah (meremehkan) .

8. Melakukan perintah yang berlainan dari apa yang disuruh oleh Allah swt.

9. Memiliki hati yang keras (sok lebih tau), bahkan lebih keras dari batu.

10. Selalu ingkar janji.

11. Berbuat zalim seperti membunuh, berbohong.

12. Rela dengan kehidupan dunia berbanding akherat.

13. Munafiq.

14. Selalu ingkar dengan apa yang diajarkan oleh Musa.

15. Tidak mau beriman sehingga gunung Thur hampir dicampakkan keatas mereka.

16. Mengatakan bahwa surga hanya milik mereka.

17. Tamak dengan kehidupan dunia.

18. Malaikat dijadikan musuh.

19. Tidak dapat menerima kebenaran al-Quran.

20. Ingkar dengan kenabian Muhammad saw.

21. Menyukai ilmu sihir.

22. Gemar memperolok orang-orang yang beriman kepada nabi Muhammad saw.

23. Tidak mengakui kebesaran Allah swt.

24. Berhasrat untuk mengembalikan orang-orang beriman agar menjadi kafir kembali.

25. Hasad dengki terhadap orang-orang yang beriman.

26. Suka berangan-angan tanpa ada dalil yang jelas (mereka akan masuk surga).

27. Berusaha menjauhkan umat dari berzikir mengingat Allah swt.

28. Mengatakan bahwa Allah swt memiliki anak-anak.

29. Menjadikan lembu sebagai sesembahan.

30. Menginginkan orang-orang yang beriman agar menyerupai mereka dalam setiap perkara.

31. Ingkar atas ajaran nabi Ibrahim as.

32. Membenci orang-orang yang memalingkan mukanya kearah mesjid al-Haram.



Sebagai hukuman keatas kaum ini yang keras kepala ini, maka Allah swt telah menceritakan didalam al-Quran-Nya bahwa mereka telah dijadikan kera-kera yang hina dan menjadi babi-babi (Q.S. al-Baqarah : 65 dan al-Maidah : 60).



Bukankah sangat dahysat akibat perbuatan ingkar mereka itu, Allah swt jadikan mereka kera-kera yang hina. Jika kera-kera yang ada di kebun binatang itu kelihatn lucu-lucu dan menggelikan, maka bagaimana dengan keadaan kera-kera yang hina itu? Jika kita melihat babi sudah cukup membuat perut gak enak dan kepala jadi pusing, maka bagaimana keadaannya jika manusia itu yang berubah menjadi babi? Na'udzubillah min zalik.



Allah swt tidak zalim terhadap seluruh makhluk yang telah diciptakan oleh-Nya, tetapi makhluk itu sendiri yang telah menzalimi diri mereka sendiri.. (Q.S. Ali Imran : 117).



Mengapa Allah swt menceritakan kejadian ini didalam al-Quran? Padahal mereka semua sudah dimusnahkan oleh Allah swt ribuan tahun sebelum nabi Muhammad diutus menjadi seorang Rasul? Maka demikianlah jawaban Allah swt kepada umat ini : "Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (Q.S. al-Baqarah : 66)



Ketiga : dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Akhirnya kita memohon kepada Allah swt agar kita tidak dimasukkan kedalam golongan yang ketiga yaitu mereka orang-orang yang tersesat.

Ditanyakan kepada nabi Muhammad saw, siapakah mereka yang tersesat itu wahai Rasulullah saw? Maka Rasulullah saw menjawab, mereka adalah al-Nashara (orang-orang Nasrani). (H.R. Ahmad)



Mereka tersesat karena beranggapan bahwa nabi Isa as itu adalah anak Allah swt sebagaimana mereka beranggapan bahwa Sayidah Maryam as adalah isteri Allah swt. (Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan). Manakala Allah swt menafikan apa yang mereka sifatkan itu seperti yang dijelaskan didalam al-Quran : "Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu." (Q.S. al-An'am ayat ke 101).



Setelah Allah swt jelaskan terpesongnya akidah mereka yang menyebabkan mereka menjadi tersesat, maka Allah swt jelaskan juga akan karakter mereka yaitu perasaan hasad dan dengki terhadap kaum muslimin, seperti yang telah dijelaskan dialam al-Quran : "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Q.S. al-Baqarah : 120)



Demikianlah pesan-pesan al-Fatihah kepada seluruh umat Islam sehingga diwajibkan bagi mereka untuk membacanya pada setiap solat, dan tidak sah solat itu tanpanya, agar mereka mengingat-ingati ikar yang mereka ucapkan dan doa-doa yang mereka panjatkan.



Dan nilai-nilai yang disampaikan oleh Allah swt melalui al-Fatihah itu adalah supaya orang-orang yang beriman senantiasa memulai setiap pekerjaan dengan menyebut nama Allah swt karena mereka tidak akan dapat melakukan apa-apa melainkan atas kehendak Allah swt dan agar mereka merasa bahwa hanya Allah swt saja yang berkuasa dan bahwa dirinya adalah kecil dan hina; senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan dengan mentaati segala perintah-Nya dan bukan menjadi pembangkang keatas segala ajaran-Nya; bersifat rahman danrahiim dengan menyebarkan kebaikan dan kedamaian serta mencegah kemungkaran dan kehancuran; berwawasan jauh kehadapan dengan beramal soleh selama hidup, semata-mata untuk mempertanggug jawabkan apa yang telah dilaksanakan sebagai khalifah Allah swt di muka bumi; integritas total kepada al-Khaliq dengan tidak mentaati selain kepada Allah swt dan tidak meminta pertolongan selain kepada-Nya karena setiap pertolongan itu berasal dari-Nya tidak akan pernah terjadi melainkan atas izin-Nya; memohon kepada Allah swt agar senantiasa dihidupkan dalam keimanan dan masuk kedalam surga-Nya seperti mereka yang telah mendapatkan rahmat Allah swt dari para nabi-nabi, orang-orang yang membenarkan, pada syuhada dan orang-orang saleh; dan memohon untuk tidak bersikap seperti Yahudi sehingga dikutuk dan dilaknat, juga supaya diselamatkan dari sikap orang-orang Nasrani yang telah tersesat dan mereka bersama-sama Yahudi memerangi umat Islam dan akidahnya.



Jika umat Islam hari ini beramal dengan surat al-Fatihah dengan sepenuh jiwa, maka dapat dipastikan umat ini akan kembali kepada saat-saat kejayaannya seperti yang telah pernah dibuktikan oleh para sahabat dan tabi'in dahulu. Allah swt berjanji akan memenangkan mereka, menjaga mereka dan menolong mereka. Namun hari ini yang terjadi adalah umat Islam membaca surat al-Fatihah, tetapi mereka menjadi antek-antek Yahudi dan Nasrani; membenci para ulama saleh; menghukum orang-orang yang ingin menjaga kemurnian akidah dengan panggilan "penjaga akidah" seakan-akan penjaga akidah itu dalah musuh bebuyutan mereka; manghalalkan yang haram; mengikuti imam bukan karena benar tetapi karena ta'ashub membabibuta; membaca al-Quran tetapi tidak mentadabburinya; meyakini al-Quran adalah kitabnya tetapi membenci orang-orang yang ingin beramal dengannya dan menegakkan kalimat-kalimat- Nya; mengatakan Muhammad saw sebagai panutannya tetapi yang didengar perkataan orang-orang yang dikagumi olehnya saja.



Oleh karena itu celakalah bagi mereka yang solat, karena lalai terhadap solatnya. Solatnya tidak dapat membentuk karakter kebaikan untuknya, bukan karena solat itu yang salah tetapi dirinya tidak memahami dan tidak beramal dengan nilai-nilai apa yang dilakukan ketika solatnya. Allah swt telah menjamin bahwa solat dapat menjaga manusia dari sifat mazmumahagar dirinya selamat di dunia dan akherat. Maka sungguh Allah swt sekali-kali tidak pernah menzalimi hamba-hamba- Nya jika ada yang masuk neraka, tetapi mereka sendiri yang mencelakakan diri mereka.Na'udzubillahi min dzalik



Allah swt inginkan kebaikan kepada seluruh umat manusia, karena seluruh umat manusia adalah khalifahnya yang mewakili Allah swt terhadap segala urusan dimuka bumi. Maka celakalah bagi yang merusak amanah itu dengan melakukan kerusakan; menyebarkan kesesatan; menjadi pembangkang. Dan beruntunglah bagi yang menjaganya.



"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam solatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara solatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Q.S. al-Mukminun : 1 - 11)



Wallahu a'lam bi al-shawab



Masyhuri Masud
IIUM (MIRKH Quran Sunnah)